BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Istilah
Skripsi ini berjudul “Konsep Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga” .Judul
tersebut mengandung pengertian yang perlu penjelasan, penegasan, serta ruang
lingkup agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami judul dan keinginan
penulis.
1. Konsep merupakan kata atau istilah serta simbol untuk
menunjuk pengertian dari pada barang sesuatu baik konkret maupun sesuatu hal
yang bersifat abstrak.[1] Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, konsep berarti sebagai rancangan ide, gambaran, atau
pengertian dari peristiwa nyata atau konkret kepada yang abstrak dari sebuah
obyek maupun proses.[2] Sedangkan
konsep dalam penulisan ini ialah sejumlah rancangan, ide, gagasan, gambaran
atau pengertian yang bersifat konkret maupun abstrak tentang materi dan
metode pendidikan tauhid dalam keluarga menurut pendidikan Islam.
2. Pendidikan, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pendidikan dapat diartikan sebagai proses perubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan;proses, perbuatan, cara mendidik.[3]
Pada hakekatnya pendidikan adalah usaha orang tua atau generasi tua untuk
mempersiapkan anak atau generasi muda agar mampu hidup secara mandiri dan mampu
melaksanakan tugas-tugas hidupnya dengan sebaik-baiknya. Orang tua atau
generasi tua memiliki kepentingan untuk mewariskan nilai, norma hidup dan
kehidupan generasi penerus. Ki Hajar Dewantara mengatakan…
“… mendidik ialah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.[4]
3. Tauhid, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tauhid merupakan
kata benda yang berarti keesaan Allah; kuat kepercayaan bahwa Allah hanya satu.
Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata wahhada (وحد)
yuwahhidu (يوحد) .Secara etimologis, tauhid berarti keesaan.
Maksudnya, keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa;Tunggal;satu. Pengertian ini
sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu
“keesaan Allah”; mentauhidkan berarti “mengakui akan keesaan
Allah;mengeesakan Allah”.[5] Jubaran Mas’ud
menulis bahwa tauhid bermakna “beriman kepada Allah, Tuhan yang Esa”, juga
sering disamakan dengan “لااله الا الله” “tiada Tuhan Selain Allah”.[6] Fuad Iframi
Al-Bustani juga menulis hal yang sama. Menurutnya tauhid adalah Keyakinan bahwa
Allah itu bersifat “Esa”.[7]Jadi tauhid
berasal dari kata “wahhada” (وحد) “yuwahhidu” (يوحد) “tauhidan” (توحيدا), yang
berarti mengesakan Allah SWT.[8]
Menurut Syeikh Muhammad Abduh tauhid ialah :
suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib
tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang
sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya.Juga membahas tentang
rasul-rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan
(dinisbatkan) kepada mereka, dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada
diri mereka.[9]
Menurut
Zainuddin, tauhid berasal dari kata “wahid”(واحد) yang artinya “satu”. Dalam
istilah Agama Islam, tauhid ialah keyakinan tentang satu atau Esanya Allah,
maka segala pikiran dan teori berikut argumentasinya yang mengarah kepada kesimpulan
bahwa Tuhan itu satu disebut dengan Ilmu Tauhid.[10]
Ada beberapa istilah lain yang semakna atau hampir sama yakni :
a. Iman.
Menurut Asy ‘ariyah iman hanyalah membenarkan dalam hati. Senada dengan ini
Imam Abu Hanifah mengatakn bahwa iman hanyalah ‘itiqad. Sedangkan amal
adalah bukti iman. Namun tidak dinamai iman. Ulama Salaf di antaranya Imam
Ahmad, Malik, dan Syafi’i, iman adalah
اعتقاد بالجنان ونطق باللسان وعمل بالاركان
“Iman adalah sesuatu yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan
diamalkan dengan anggota tubuh”.[11]
b. Aqidah.
Menurut bahasa ialah keyakinan yang tersimpul kokoh di dalam hati,
mengikat, dan merngandung perjanjian. Sedangkan menurut terminologis di
antaranya pendapat Hasan al-Banna mengatakan bahwa aqidah ialah beberapa hal
yang harus diyakini kebenarannya oleh hati, sehingga dapat mendatangkan ketenteraman,
keyakinan yang tidak bercampur dengan keragu-raguan.[12]Penyusun
cenderung kepada pendapat Yunahar Ilyas yang mengidentikkan antara tauhid,
iman, dan aqidah. Tauhid merupakan tema sentral aqidah dan iman.[13]
Setelah menguraikan kata pendidikan dan tauhid
penulis perlu memberikan batasan dan ruang lingkup. Pendidikan tauhid dalam
penulisan ini difokuskan kepada usaha yang dilakukan orang tua untuk
menumbuhkan kekuatan kodrat anak, agar mereka menjadi manusia muslim yang
meyakini keesaan Allah , serta dapat mengamalkan ketauhidan yang ia miliki
dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, melalui
pengajaran, latihan, dan metode tertentu untuk menyampaikan materi-materi
ketauhidan, yakni ilahiyat, nubuwat, ruhaniyat, dan sam’iyyat.
4. Dalam, adalah kata adjektiva, dan jika bertemu dengan kata
benda bermakna lingkungan daerah (negeri, keluarga) sendiri.[14]
5. Keluarga, kata benda ini dimaksudkan untuk ibu bapak beserta
anak-anaknya;seisi rumah.[15] Menurut
Masjfuk Zuhdi, keluarga merupakan satu kesatuan sosial terkecil dalam
masyarakat yang telah diikat oleh tali perkawinan yang sah atau resmi.[16]Keluarga dalam
penulisan ini adalah keluarga muslim, mengutip pendapat Khatib Ahmad Santhut
bahwa keluarga muslim adalah keluarga dengan ayah dan ibu yang memegang teguh
ajaran Allah SWT dan Sunnah Rasul, karena itu keluarga muslim merupakan
intisari dan paling prinsipil dalam usaha membentuk, dan mewujudkan masyarakat
muslim.[17]
Dari penegasan istilah tersebut penulis dalam skripsi ini meneliti dan
membahas proses bimbingan yang dapat dilakukan oleh orang tua terhadap
perkembangan ketauhidan anak-anaknya dengan bahan-bahan materi ketauhidan yang
meliputi keilahiyatan, kenubuwatan, keruhaniyatan, dan kesam’iyatan tertentu
dalam jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu yang diarahkan terciptanya
pribadi yang berkepribadian bertauhid sesuai dengan ajaran Islam dalam sejumlah
rancangan ide, gagasan, atau pengertian tentang pendidikan tauhid yang
difokuskan pada masalah materi dan metodenya. Materi dalam penulisan ini
bagaimana disampaikan secara bertahap sesuai dengan metode yang digunakan
menurut perkembangan dan kemampuan anak-anak.
B.
Latar Belakang Masalah
Islam lahir membawa akidah ketauhidan, melepaskan manusia kepada
ikatan-ikatan kepada berhala-berhala, serta benda-benda lain yang posisinya
hanyalah sebagai makhluk Allah SWT. Ketauhidan yang membawa manusia kepada
kebebasansejati terhadap apapun yang ada, menuju kepada ketundukan kepada Allah
SWT. Penanaman tauhid ini dilakukan selama 13 tahun oleh Rasulullah SAW, waktu
yang cukup panjang, namun hanya 40 orang saja yang mampu melepaskan budaya
nenek moyangnya, berani mengingkari leluhur mereka, dan menuju jalan yang
terang “tauhid Islamiyah”. Semua utusan Allah membawa pesan yang sama
yakni tauhid bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
Saat ini, di era modern ini, kita bersyukur sebagian besar penduduk bangsa
ini telah menganut Islam sebagai agamanya, melepaskan adat budaya yang berusaha
dihapus dan dihilangkan oleh para pembawa Islam jika budaya tersebut
bertentangan dengan prinsip ketauhidan menurut Al Quran dan Al Hadits.
Keyakinan terhadap budaya animisme dan dinamisme, kepercayaan akan kekuatan
batu besar, pohon besar, kuburan seorang tokoh masyarakat, semua itu tidak
dapat mendatangkan kebaikan dan moderat, hanya Allah-lah yang mampu
mendatangkan kebaikan dan keburukan. Kedua jenis kepercayaan tersebut saat ini
sudah mulai terkikis.
Budaya tersebut kini mulai hilang sebenarnya, namun masyarakat mulai
disuguhi informasi-informasi yang kembali membawa budaya animisme-dinamisme,
informasi-informasi yang seharusnya diluruskan kembali agar sesuai dengan
ajaran Islam. Media cetak contohnya banyak mencekoki masyarakat dengan
cerita-cerita yang “bertentangan” dengan ketauhidan, seperti majalah Mistis,
tabloid Posmo, koran Merapi, majalah Liberty.Ditambah lagi tayangan-tayangan
televisi dan layar lebar, meskipun diniatkan hanya sebagai hiburan, tapi tidak
sedikit yang menjadi takut akan gelap, pohon yang dikatakan angker, harus
diruwat, diberi sesaji, serta tidak sedikit yang lebih percaya kepada dukun
atau paranormal ketimbang keyakinannya akan kekuatan dan kekuasaan Allah SWT.
Meskipun tidak semua tayangan dan pemberitaan tersebut negatif.
Sebagaimana alasan yang dikemukakan oleh bangsa Arab ketika itu, sebenarnya
mereka masih mengakui dan meyakini hanya ada satu Tuhan yang menciptakan dan
memelihara alam ini, akan tetapi mereka berdalih bahwa dewa, berhala yang
mereka sembah hanyalah sebagai jalan untuk menyampaikan doa dan harapan mereka
kepada Allah, Tuhan Yang Maha Tinggi.Akankah kita kembali menggunakan
alasan kaum Arab Jahiliyah?.
Sebagai contoh, Film layar lebar berjudul Jelangkung mencoba mengangkat
tema horor yang banyak terjadi di masyarakat. Sineas muda Rizal Mantovani yang
menggarap film itu , menyajikan sisi lain. Oleh Rizal, penggarapannya di
sajikan pada sisi lain;pencahayaan yang dipadukan dengan setting alam, serta
dukungan efek komputer lumayan, sehingga tercipta suasana mencekam, penuh
kejutan-kejutan yang sulit ditebak.Hasilnya, meski banyak penonton yang takut,
tetap saja membludak.
Sebenarnya terasa tidak berlebihan, bila kita menyebut Jelangkung adalah
awal dari fenomena baru tayangan-tayangan misteri saat ini. Bahkan banyak
perusahaan film di Tanah Air cenderung berlomba-lomba menggarap
tayangan-tayangan bertema misteri atau horor. Sebut saja film Kafir (Satanic)
yang diharapkan mengikuti kesuksesan Jelangkung, atau Titik Hitam yang mencoba
menyiasati sisi lain sebuah tema misteri kegaiban.
Barangkali, munculnya tayangan film seperti itu baru mengikuti tren yang
berkembang di masyarakat. Animo luar biasa terhadap tontonan yang berbau mistis
saat ini lebih terasa bila dibandingkan tiga atau empat tahun lalu.
“Di antara beragam faktor yang menjadi penunjang tumbuh-suburnya perilaku
mistik dan klenik di tengah bangsa Indonesia, tak pelak dipicu oleh sejumlah
media massa, baik media cetak, lebih-lebih medium televisi. Medium yang
terakhir ini (televisi), karena bersifat audio-visual, mempunyai daya cengkeram
pengaruh yang amat dahsyat….”[18]
Tayangan-tayangan yang mengangkat hal-hal diluar jangkauan indrawi merebak
di semua stasiun televisi, dari yang pakai trik kamera sampai yang minus
rekayasa.Rasa ketakutan tapi disukai penonton dan sesuai rumus dagang, iklanpun
berdatangan. Namun, orang tua yang jadi korban. Munculnya fenomena tayangan
mistis di layar kaca, menurut pengamat televisi Garin Nugroho, tak lain karena
ketatnya persaingan di antara TV-TV swasta untuk mendapatkan pesanan iklan.
“Sebelas stasiun televisi yang bersifat nasional itu cukup berat bersaing untuk
mendapatkan kue yang tetap kecil.” katanya.[19]Merebaknya
program sejenis ini, tak bisa dipungkiri, diawali oleh program “Kismis” dari
stasiun RCTI sejak tahun 2001.[20]
Pertanyaannya, apakah tayangan-tayangan seperti ini layak disajikan kepada
penonton di tengah hiruk-pikuk kemoderenan teknologi? Barangkali, fenomena itu
hanya sebuah alternatif di tengah-tengah kejenuhan tayangan soal politik, atau
karena tak kunjung redanya krisis multidimensional yang tengah melanda negeri
ini? Bisa saja itu sebagai Jawaban. Tetapi siapa tahu, justru tontonan semacam
itu memang sudah dinantikan kehadirannya.Atau, jangan-jangan malah sebuah “proses
pembodohan” yang menggiring kembali ke pola pikir masa lalu (back to
traditional), sehingga lupa bahwa kita sedang memasuki dunia pasar bebas di
era globalisasi!.[21]
Penceramah Lutfiah Sungkar mengatakan bahwa tayangan misteri dapat merusak
akhlak dan sangat tidak mendidik. “Itu jadi menyesatkan umat,” ujar Lutfiah.
Itulah sebabnya, kakak kandung aktor Mark Sungkar ini menghimbau kepada
sejumlah pihak ikut peduli, seperti Departemen Agama untuk memperhatikan
masalah ini. “Tolong diseleksi betul-betul,” kata Lutfiah.[22]
Tayangan supranatural itu tentu mengancam benteng aqidah seseorang.
Keyakinan akan kehebatan, kesaktian dukun atau menganggap bahwa sebuah rumah
itu ada sang penunggunya, sehingga perlu diberikan sesaji agar terhindar dari
gangguannya, sesungguhnya merupakan perbuatan kufur. Tanpa harus mempercayai
pun sesungguhnya manusia sudah diberikan kesempurnaan yang lebih layak
ketimbang setan tersebut. Hanya saja, antisipasi agar terhindar dari bahaya
syirik tentu harus semakin diperkokoh dengan menghindari tontonan yang justru
akan merusak aqidah Islam seseorang tentu bagi yang masih rapuh ketauhidannya.[23]Meskipun tidak
seluruh tayangan mistis berdampak negatif.
Masalah-masalah gaib kini menjadi topik dalam beberapa tayangan
tayangan televisi, jin, setan hantu, pohon angker dan pesugihan, meskipun
tayangan tersebut memberikan informasi bagi para penontonnya, namun hal ini
membuat penulis tertarik ingin mengangkat masalah ketauhidan, masalah klasik
namun harus tetap dan wajib bagi seorang muslim.
Dalam masa-masa dan keadaan krisis, manusia sangat membutuhkan pertolongan.
Oleh karena itu, mereka mendatangi siapa saja yang mereka anggap mampu menolong
mereka seperti, orang-orang suci, para nabi, imam, para syuhada, bahkan meminta
pertolongan pada malaikat dan peri. Dengan berbaiat dan bersumpah kepada
para penolong itu, mereka memohon pertolongan yang mereka harap, dengan memohon
agar yang mereka datangi itu bisa memenuhi keinginan mereka. Kadang ada juga
menawarkan sesuatu persembahan yang istimewa kepada para penolong itu, sehingga
(menurut pikiran mereka) akan lebih memperbesar kemungkinan akan terkabulnya
semua keinginan mereka.[24]
Dari paparan di atas, jelas terlihat bahwa sebagian umat Islam masih ada
yang melakukan cara-cara yang dilakukan oleh orang non muslim dalam
memperlakukan dewa-dewi mereka, kepada paranabi, orang-orang suci, imam,
syuhada, malaikat dan roh halus. Namun, meski mereka melakukan dosa-dosa
seperti di atas, mereka tetap mengaku masih sebagai orang Islam yang mereka
merasa perbuatan itu tidak mengurangi kualitas keislamanya[25]
Sungguh benar firman Allah :
وما يؤمن اكثرهم بالله الا وهم مشركون (سورة يوسف : 106)
Artinya : Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah,
melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). [26]
Lebih jauh lagi kita diperingatkan, bahwa siapapun yang berdoa kepada seseorang
sebagai perantaranya, juga tergolong musyrik sebagaimana firman Allah :
الا لله الدين الخالص والذين اتخذوا من دونه اولياء ما نعبدهم الا
ليقربونا الى
الله زلفى ان الله يحكم بينهم في ماهم فيه يختلفون ان الله لايهدي من هو
كاذب كفار
)الزمر : 3)
Artinya :Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari
syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata) :
“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada
Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara
mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak
menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.[27]
Kepribadian muslim dibentuk sejak dini, orang tua sebagai seorang muslim
haruslah memiliki keyakinan akidah tauhid yang berkualitas. Namun alangkah
baiknya jika orang tua juga mengerti materi-materi ketauhidan, sehingga orang
tua dapat membekali anak-anaknya dengan keilmuan yang didukung dengan
ketauladanan tauhid sehingga terbentuk kepribadian seorang muslim sejati.
Semakin kurang tauhid seorang muslim, semakin rendah pula kadar akhlak,
watak kepribadian, serta kesiapannya menerima konsep Islam sebagai pedoman
dan pegangan hidunya. Sebaliknya, jika akidah tauhid seseorang telah kokoh
dan mapan (established), maka terlihat jelas dalam setiap amaliahnya.
Setiap konsep yang berasal dari Islam, pasti akan diterima secara utuh dan
dengan lapang dada, tanpa rasa keberatan dan terkesan mencari-cari alasan hanya
untuk menolak.Inilah sikap yang dilahirkan dari seorang muslim sejati.[28]
Islam atau Al Quran menghendaki agar pengabdian, pemujaan, atau ketaatan
hanya tertuju kepada Tuhan, dan bila berdoa taua berharap kepada-Nya, haruslah
bersifat langsung tanpa perantara seperti yang dilakukan kaum musyrikin.
قل هو الله احد {1} الله الصمد {2} لم يلد ولم يولد
{3} ولم يكن له كفوا احد {4} (سورة الاخلاص : 1-4)
Artinya : Katakanlah : “Dialah Allah , Yang Maha
Esa, Allah adalah tuhan Yang bergantung kepadanya segala sesuatu, Dia tiada
beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia”.[29]
Pemurnian tauhid menolak segala bentuk kemusyrikan bahwa tidak ada
satukekuatanpun yang menyamai Allah SWT. Tetapi sayangnya bahwa akidah itu
telah dicampuri”-secara keseluruhan-oleh pemikiran-pemikiran yang
diada-adakan oleh manusia, bahkan ada yang dinodai oleh sekumpulan
pendapat yang tidak mencerminkan keyakinan yang hak. Oleh sebab itu, lalu tidak
dapat mendalam sampai ke dasar jiwa dan tidak pula dapat mengarahkan ke jurusan
yang bermanfaat dalam kehidupan ini, juga tidak dapat memberi pertolongan untuk
dijadikan pendorong guna menempuh jalan yang suci yang mencerminkan kemurnian
peri kemanusiaan serta keluruhan ruhaniah.[30]
يأيها الذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا … (سورة التحريم : 6)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka “.[31]
Lembaga pendidikan merupakan salah satu institusi harapan masyarakat,
begitu pula keluarga. Keluarga merupakan pencetak dan pembentuk
generasi-generasi bangsa dan agama. Generasi yang memiliki otak yang handal dan
moral atau etika yang berkualitas. Secara ideal, pendidikan Islam berupaya
untuk mengembangkan semua aspek kehidupan manusia dalam menacapai kesempurnaan
hidup, baik yang berhubungan dengan manusia, terlebih lagi dengan sang
Pencipta.[32]
Keluarga adalah lingkungan pertama bagi pembentukan ketauhidan anak.
Orangtua adalah unsur utama bagi tegaknya tauhid dalam keluarga, sehingga
setiap orang wajib memiliki tauhid yang baik, sehingga dapat membekali
anak-anaknya dengan ketauhidan dan materi-materi yang mendukungnya, disamping
anak dapat melihat orang tuanya sebagai tauladan yang memberikan pengetahuan
sekaligus pengalaman, dan pengarahan
Jika latihan-latihan dan bimbingan agama terhadap anak dilalaikan orang tua
atau dilakukan dengan kaku dan tidak sesuai, maka setelah dewasa ia akan
cenderung kepada atheis bahkan kurang perduli dan kurang membutuhkan agama,
karena ia tidak dapat merasakan apa fungsi agama dalam hidupnya. Namun
sebaliknya jika pendidikan tentang Tuhan diperkenalkan sejak kecil, maka
setelah dewasa akan semakin dirasakan kebutuhannya terhadap agama.[33]
Anak adalah amanat Allah kepada para orang tua. Amanat adalah sesuatu yang
dipercayakan kepada seseorang yang pada akhirnya akan dimintai
pertanggungjawaban. Firman Allah :
يأيها الذ ين امنوا لاتخونواالله والرسول وتخونوا امنتكم وانتم تعلمون
(سورة الانفال : 27)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati
Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati manat-amanat
yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. [34]
Anak merupakan salah satu bagian dalam keluarga, sehingga secara kodrati
tanggung jawab pendidikan tauhid berada di tangan orang tua. Kecenderungan anak
kepada orang tua sangat tinggi, Apa yang ia lihat, dengar dari orang tuanya
akan menjadi informasi belajar baginya.
Sehingga hanya dengan keluarga-keluarga yang memegang prinsip akidah
ketauhidan, dapat melahirkan generasi-generasi berkepribadian Islam sejati,
yang menjadikan Allah SWT sebagai awal dan tujuan akhir segala aktivitas lahir
dan batin kehidupannya.
C.
Rumusan Masalah
Dari latar Belakang masalah yang telah diuraikan, penulis ingin mengetahui
beberapa hal dari hasil penelitian ini yakni :
- Bagaimana
urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga ?
- Bagaimana
konsep pendidikan tauhid dalam keluarga?
D. Tujuan
Dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
- Mengetahui
urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga
- Mengetahui
konsep pendidikan tauhid dalam keluarga.
- Mengetahui
metode dan materi pendidikan tauhid dalam keluarga.
Kegunaan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai :
- Diharapkan
memiliki nilai akademis dan mampu memberikan sumbangan pemikiran tentang
pendidikan tauhid dalam keluarga, khususnya di lingkungan Fakultas
Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
- Sebagai
informasi bagi setiap orang tua keluarga bagaimana memberikan pendidikan
tauhid dan materi yang disampaikan kepada anak-anak mereka.
- Pola dalam
membentuk masyarakat yang bertauhid sebagai modal untuk membangun bangsa,
serta sebagai solusi alternatif terhadap masalah yang dihadapi
bangsa.
- Bagi
penulis agar menambah wawasan tentang konsep pendidikan tauhid, sebagai
modal untuk berkeluarga nantinya.
E.
Alasan Pemilihan Judul.
Didasarkan karya ilmiah dan wacana pendidikan Islam, frame”Konsep
pendidikan Tauhid Dalam Keluarga perspektif pendidikan Islam” , belum ada
yang menulis secara khusus. .Dengan beberapa point alasan, mengapa judul-tema
tersebut diangkat :
- Pendidikan
Tauhid merupakan landasan utama seorang muslim, identitasnya ditentukan
oleh ketauhidannya yang benar, dia adalah sebuah pondasi bangunan, kuat
tidaknya bangunan ditentukan oleh “pondasinya”, ia adalah akar sebuah
pohon, hidup matinya pohon tergantung sehat tidaknya;kuat rapuhnya akar
sang pohon. Sehingga “Tauhid” menjadikan seorang muslim hanya tunduk,
patuh pasrah kepada Allah. Pengakuan tersebut harus dicerminkan
dengan keyakinan teguh dalam hati sampai akhir hayat, juga diucapkan
secara lisaniyah, serta teraplikasi dalam setiap aktivitas gerak fisik.
- Begitu pun
kajian tentang pendidikan tauhid dalam keluarga secara praktis belum
banyak dikembangkan, meskipun banyak dikaji dan dibahas oleh para tokoh
pendidikan muslim, di era informasi ini, media memberikan semua informasi
yang diinginkan termasuk informasi hal-hal gaib dan mistis.Oleh sebab itu
bagaimana orang tua menjadi sumber informasi utama dan pokok bagi
anak-anaknya diantaranya yang paling penting informasi tentang ketauhidan.
- Karena
anak lahir dan hidup pertama sekali dalam keluarga, ia belajar dari orang
tuanya, begitu pula informasi terbaik bahkan terburuk, informasi yang
benar bahkan yang salah diterima pertama kali dalam keluarga.
Begitupun informasi ketauhidan yang ia peroleh dari orang tua, harus
lebih ia percayai dari pada dari hasil ia menonton tv ataupun media
lainnya.
F.
Telaah Pustaka
Berdasarkan penelusuran penulis terhadap karya ilmiah
skripsi/tesis/disertasi diperpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bahwa yang
membahas tentang pendidikan tauhid dalam keluarga belum penulis temukan secara
khusus, namun ada beberapa skripsi yang menulis tentang pendidikan keimanan.
Namun yang menggunakan istilah pendidikan tauhid hanya ada sebuah skripsi
saudari Hartani ( 1999), Fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI), yang berjudul “Pendidikan Tauhid Pada Usia Remaja” ,saudari
Hartani hanya sedikit menjelaskan tentang pendidikan tauhid bagi anak remaja
dalam keluarga. Dijelaskan bahwa perkembangan keberagamaan diusia remaja
menuntut orang tua harus mampu menjadi teman bagi anak-anak mereka, karena pada
usia tersebut remaja memerlukan teman – sahabat yang bisa ia ajak bicara, maka
jika orang tua tidak mampu menjadi sosok seorang teman-sahabat bagi anaknya
diusia remaja, sangat sulit untuk membimbing, juga memberikan informasi tentang
“ketauhidan”.
Skripsi saudara Hunainin (1996) Fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan Agama
Islam, yang berjudul “ Pendidikan Keimanan Bagi Anak Menurut Pemikiran
Abdullah Nashih Ulwan, Dalam Kitab Tarbiyah Al-Aulad Fi Al Islam (Tujuan ,
Materi, Dan Metode)”. Dia menjelaskan bahwa pendidikan keimanan bagi
anak bertujuan untuk membentuk anak yang bertanggungjawab, jujur, dan terhindar
dari sifat-sifat kebinatangan. Tanggugjawab ini dipikul oleh orang tua,
sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.
Selanjutnya skripsi saudara Silahuddin (1998) Fakultas Tarbiyah, jurusan
Pendidikan Agama Islam dengan judul “Pendidikan Keimanan Pada Usia Anak
(Tinjauan Psikologis)”. Dia menyimpulkan bahwa pendidikan keimanan pada
usia anak yakni usia 0-12 tahun, metode yang paling baik adalah dengan metode
keteladanan. Hal ini disebabakan oleh pertumbuhan psikomotor anak dan
perkembangan anak. Dia menekankan kepada asma-asma Allah sebagai materinya,
dengan harapan anak dapat meresapi dan mengamalkannya di kehidupannya di masa
yang akan datang.
Selain itu ada beberapa skripsi yang membahas tentang pendidikan anak dalam
keluarga salah satunya skripsi milik saudari Anik Suryani Latifah (2003)
Fakultas Tarbiyah, jurusan Kependidikan Islam, berjudul “Pendidikan Keluarga
Membentuk Anak Shaleh Yang Cerdas Dan Kreatif”, ada satu paragraf yang
sekilas menjelaskan pendidikan tauhid dalam keluarga bagi anak.Keteladanan
nampak ditonjolkan sebagai metode orang tua dalam mendidik anak-anak mereka.
Skripsi saudari Bahisatul Badiyah (1996) Fakultas Tarbiyah, jurusan PAI,
menulis “Mendidik Anak Dalam Keluarga Menurut Pendidikan Islam”,
dijelaskan dalam skripsinya bahwa agama seseorang ditentukan oleh pendidikan,
pengalaman, dan latihan-latihan yang dilakukan pada masa kecil;sehingga orang
tua harus menanamkan dasar keimanan yang bersih dan membiasakan dengan ibadah.
Dimulai dengan menanamkan kalimat La Ilaha illa Allah, sebagai kalimat tauhid
yang pertama sekali didengar anak melalui adzan yang diucapkan sang
ayahnya.Berpijak pada QS. Luqman ayat 13 bahwa tugas awal adalah menanamkan
pendidikan tauhid keimanan kepada Allah SWT.
Selanjutnya ada skripsi saudari Umi Sa’adah (1998) “Pendidikan Islam
Dalam Keluarga : Telaah kitab Sahih Bukhari” Fakultas Tarbiyah, jurusan
PAI, mengungkapkan bahwa keluarga adalah pendidikan pendahuluan dan
memparsiapkan anak untuk lembaga sekolah dan masyarakat. Untuk itu perlu
dilakukan peningkatan kualitas keluarga yakni dalam memilih calon isteri maupun
suami menjadikan agama sebagai prioritas utama. Begitu juga dalam mengisi
pertumbuhan awal anak diprioritaskan kepada pendidikan agama, salah satu
pokoknya ialah pendidikan iman atau aqidah.
Kemudian skripsi berjudul “Pendidikan Islam Dalam Keluarga : Studi atas
pemikiran KH. Abdurrahman Ar-Roisi” yang ditulis oleh Umar Faruq (2003)
Fakultas Tarbiyah, jurusan Kependidikan Islam sedikit menyinggung tentang
keluarga idaman disebutkan bahwa tujuan pendidikan Islam dalam keluarga adalah
menciptakan keluarga idaman yakni bahagia lahir-batin, dunia dan akhirat.
Sebagai langkah awalnya ialah pendidikan pembentukan keyakinan kepada Allah
yang dapat diharapkan melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian anak.
Skripsi saudara Setiyo Budiono (1999) Fakultas Tarbiyah, jurusan PAI,
menulis “ Pendidikan Keluarga Dalam Islam : Suatu Kajian Teoritis”.
Menjadikan anak sebagai pusat pembahasannya (children centereted),
dibahas sekilas tentang pendidikan tauhid karena salah satu fungsi keluarga
sebagai lembaga pendidikan (education).
Namun penelitian pada tulisan tetap memiliki perbedaan dengan
skripsi-skripsi di atas, karena lebih difokuskan kepada konsep pendidikan
tauhid dalam keluarga untuk anak. yang akan membahas tentang urgensi, metode
serta materinya secara eksplisit.
G. Kerangka
Teoritik
Kepercayaan atau keyakinan akan yang gaib merupakan pokok kepercayaan
keagamaan bagi setiap agama yang berdasarkan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang tidak dapat dicapai dengan penglihatan indera mata, sedang Dia dapat
melihat segala yang kelihatan, dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha mengetahui
(Al An’am :103),
لاتدركه الابصار وهو يدرك الابصار وهو اللطيف الخبير (سورة الانعام :103)[35]
Sehingga dikatakan bahwa sesunggguhnya ciri khas kepercayaan beragama
adalah mempercayai semua hal yang metafisik atau gaib.[36]
Beriman kepada hal-hal yang gaib bagi kaum muslimin bukanlah sesuatu hal
yang bertentangan dengan hukum akal, tapi merupakan suatu hal yang melampaui
ruang lingkup indera dan alam nyata. Logikapun membenarkan pengambilan dalil
atau bukti dari sesuatu yang konkret ataupun nyata sebagai bukti
adanya yang gaib.Keterkaitan antara yang nyata dengan yang gaib, yang saling
mendukung eksistensi Atau dari yang suatu yang ada diluar jangkauan indera.
Demikian Al Quran menetapkan dalil tentang ciptaan Allah yang konkret sebagai
tanda adanya sang pencipta, yang merupakan zat yang tidak dapat dicapai oleh
penglihatan mata.[37]
Tunduk kepada kemampuan khayalan dan mengikatkan diri semata-mata pada
kecenderungan akal, ditambah lagi ketidaktahuan terhadap sesuatu yang tidak
kita ketahui, adalah jalan menuju kesesatan. Akal tidak dapat menjadi pegangan
pokok dalam meyakini sebuah kebenaran.Kekeliruan persepsi, karena mengutamakan
akal tanpa diringi bimbingan wahyu akan menyebabkan rusaknya akidah.[38]
Diturunkannya akidah Islam yang komprehensif, memenuhi tuntutan emosi dan
rasio, mengajarkan kepada manusia apa yang tidak mereka ketahui sebelumnya,
karena akal memiliki batas-batas dan mengeluarkan manusia dari kegelapan
kebodohan, lalu menyinari jalan yang dilaluinya. Karena itu, barang siapa
mengikuti apa yang diajarkan oleh wahyu Allah SWT, melaksanakan perintah dan
menjauhi larangan-Nya, kemudian beriman kepada segala sesuatu yang disampaikan
oleh Al Quran, berarti ia telah memperoleh petunjuk, dilindungi dan dipenuhi
segala kebutuhannya.Dan barangsiapa menyimpang dari ajaran wahyu-Nya, berarti
ia telah disesatkan setan : Barangsiapa tidak diberi cahaya oleh Allah, maka
tidaklah dia mempunyai cahaya (petunjuk) sedikitpun (QS. An-Nur :40).[39]
…ومن لم يجعل الله له نورا فما له من نور (سورة النور :40)[40]
Mengingat pentingnya iman bagi seseorang, maka sudah seharusnya bila
pendidikan Islam menetapkan tauhid ini menjadi pondasi yang pertama. Artinya,
pendidikan Islam tidak boleh bertentangan dengan konsep ketauhidan dan harus
menumbuhkan serta memperkuat pertumbuhannya secara positif.[41]
Saat ini manusia telah dapat mengetahui banyak hal yang dahulu hanya
diketahui melalui akal. Dengan ilmunya yang yang melahirkan alat-alat yang
sangat canggih, manusia telah mampu mengetahui bentuk fisik hal-hal
tersebut setelah melalui berbagai penelitian dan dengan menggunakan
alat-alat tertentu, walaupun benda-benda tersebut tidak dapat dilihat dengan
hanya menggunakan mata telanjang tanpa bantuan alat-alat canggih yang mampu
menambah jangkauan penglihatan mata yang tadinya terbatas.[42]
Manusia percaya sepenuhnya terhadap keberadaan hal-hal tersebut tanpa
mempertanyakan lagi wujud fisiknya. Manusia hanya mengetahui aktifitas yang
dihasilkan dari gerakan dan keberadaan benda-benda tersebut. Hal ini merupakan
suatu bukti bahwasannya Allah SWT telah menciptakan banyak hal yang tidak kasat
mata, yang esensinya tidak mampu dijangkau oleh akal.[43]
Kitab Al Quran telah mengikrarkan bahwa tauhid adalah akidah
universal (syamil). Maksudnya, akidah yang yang mengarahkan seluruh
aspek kehidupan dan tidak mengotak-ngotakkannya. Seluruh aspek dalam hidup
manusia hanya dipandu oleh hanya satu kekuatan, yaitu tauhid. Konsekuensinya
ialah penyerahan (Islamisasi) manusia secara total – mulai dari kalbu, wajah,
akal pikiran, qaul (ucapan), hingga amal – kepada Allah semata-mata.[44]
Tauhid, hakekat dan maknanya terdiri dari tiga kriteria yang talazum
(simbiosis mutualisme), satu sama lain tidak dapat terpisahkan. Ketiga
kriteria tersebut adalah : 1.Tauhid Rububiyah, 2.Tauhid Uluhiyah,
3.Tauhid al-Hakimiyyah.
1. Tauhid Rububiyah
Yang dimaksud dengan Rububiyah di sini adalah melekatkan semua sifat-sifat ta’tsir
(yang mengandung unsur dominasi atau pengaruh) pada Allah SWT, umpamanya sifat
Pencipta, Pemberi rezeki, Pengatur alam, Yang menghidupkan, mematikan, Pemberi
petunjuk, dan sebagainya.
Maka Allah Ta’ala adalah Robb, Penguasa seluruh alam, tak ada Tuhan selain
Dia. Dialah Pencipta, Yang menghidupkan dan mematikan, Yang menetapkan seluruh
aturan dan hukum atas semua makhluk-Nya. Di tangan-Nya terletak kerajaan dan
kekuasaan mutlak. Bertindak di alam ini sebagaimana keinginan-Nya, tanpa ada
yang bisa menghalangi dan menghambat-Nya. Hanya Dia yang mampu memberikan
manfaat/keuntungan dan mendatangkan mudharat.[45]
2. Tauhid Uluhiyah
Maksudnya bahwa hanya Allah SWT semata-mata yang berhak diperlakukan
sebagai tempat khudhu’ (tunduk/merendah) oleh hambaNya dalam beribadah
dan taat.Dengan kata lain, tak ada yang berhak dipatuhi secara mutlak selain
Allah SWT. Semua manusia adalah hamba Allah. Hamba yang betul-betul berlaku dan
berpenampilan sebagai hamba. Bukan hamba yang berlagak sebagai “raja”. Manusia
tidak berhak memperbudak manusia lainnya, dengan alasan apapun. Seluruh
penguasa di muka bumi harus tunduk kepada penguasa tunggal:Allah SWT.[46]
3. Tauhid al-Hakimiyyah.
pembahasan konsep tauhid ini, yaitu Tauhid al-Hakimiyyah. Konsep ini
mungkin sudah terkandung dalam pengertian “Uluhiyah”, tapi masih bersifat
global. Pemisahan ini bertujuan agar lebih menonjolkan kehakimiyahan Allah
secara tersendiri.Makna al-Hakimiyyah ialah hanya Allah-lah yang berhak membuat
ketentuan, peraturan, dan hukum.[47]
Islam takkan ada tanpa tauhid, bukan hanya Sunnah Nabi kita jadi patut
diragukan dan perintah-perintahnya bergoncang-goncang kedudukannya; pranata
kenabian itu sendiri akan hancur tanpa tauhid.[48]
Ismail Raji al Faruqi mengatakan bahwa berpegang teguh pada prinsip tauhid
merupakan dasar dari seluruh bentuk kesalehan.Wajarlah jika Allah SWT dan
Rasul-Nya menempatkan tauhid pada status tertinggi dan menjadikannya menjadi
penyebab kebaikan dan balasan pahala terbesar bagi seorang muslim yang
bertauhid.[49]
Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia yang disusun oleh Tim penulis IAIN Syarif
Hidayatullah, disebutkan bahwa para ulama membagi tauhid kepada dua ketegori : tauhid
Rububiyah dan tauhid Ubudiyah. Kebanyakan umat yang sudah
menyimpang dari tauhid itu , masih memiliki tauhid rububiyah, karena mereka
sebenarnya masih mengakui dan meyakini hanya ada satu Tuhan yang
menciptakan dan memelihara segenap alam semesta ini, kesalahan mereka
adalah karena mereka tidak legi berpegang teguh kepada tauhid ubudiyah.Inilah
tauhid yang menghendaki ubudiyah atau ketaatan tanpa syarat hanya tertuju
kepada Allah SWT.[50]
Ruang lingkup pembahasan tauhid ada empat yakni [51]:
- Ilahiyat. Yaitu
pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan)
seperti wujud, nama-nama,sifat, dan af’al Allah.
- Nubuwat.
Yakni pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi
dan Rasul, juga termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah,
mu’jizat, dan lain sebagainya.
- Ruhaniyat. Yaitu
pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik
seperti Malaikat, Jin, Iblis, dan Syaitan,
- Sam’iyyat. Yaitu
pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam’i
(dalil naqli berupa Al-Quran dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat,
azab kubur, surga dan neraka.
Keyakinan seorang muslim akan eksistensi Tuhan Yang Maha Esa (Allah) melahirkan
keyakinan bahwa sesuatu yang ada di alam ini ciptaan Tuhan;semuanya akan
kembali kepada-Nya, dan segala sesuatu berada dalam urusan Yang Maha Esa itu.
Dengan demikian segala perbuatan, sikap, tingkah laku, atau perkataan seseorang
selalu berpokok dalam modus ini.[52]
Tauhid tidak hanya sekedar memberikan ketentraman batin dan
menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan,bermanfaat bagi kehidupan
umat manusia., tetapi juga berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap dan
perilaku keseharian seseorang. Ia tidak hanya berfungsi sebagai akidah, tetapi
berfungsi pula sebagai falsafah hidup.[53]
Lingkungan rumah dan pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya
dapat membentuk atau merusak masa depan anak.Oleh sebab itu masa depan anak
sangat tergantung kepada pendidikan , pengajaran, dan lingkungan yang
diciptakan oleh orang tuanya.. Apabila orang tua mampu menciptakan rumah
menjadi lingkungan yang Islami, maka anak akan memiliki kecenderungan kepada
agama.[54]
DR. M. Quraish Shihab, menjelaskan bahwa kehidupan keluarga, apabila
diibaratkan sebagai satu bangunan, demi terpelihara dari hantaman badai, topan
dan goncangan yang dapat meruntuhkannya, memerlukan fondasi yang kuat dan bahan
bangunan yang kokoh serta jalinan perekat yang lengket. Fondasi kehidupan
keluarga adalah ajaran agama, disertai dengan kesiapan fisik dan mental
calon-calon ayah dan ibu. Beliau menambahkan bahwa keluarga merupakan sekolah
tempat putra-putri bangsa belajar.[55]
Pendidikan anak yang paling berpengaruh dibandingkan dengan yang lain
adalah keluarga sebagai pusatnya, karena seorang anak masuk Islam sejak awal
kehidupannya, dan dalam keluargalah ditanamkan benih-benih pendidikan.Juga
waktu yang dihabiskan seorang anak di rumah lebih banyak dibandingkan tempat
lain, dan kedua orang tua merupakan figur yang paling berpengaruh terhadap
anak, demikianlah pendapat Muhammad Quthub yang dikutip oleh Khatib Ahmad
Santhut.[56]
Al Ghazali mengatakan bahwa mendidik keimanan anak harus dengan cara yang
halus dan lemah lembut, bukan dengan paksaan atau dengan berdebat, sehingga
dengan metode yang lemah lembut materi pendidikan dapat dengan mudah diterima
oleh anak.[57]
Dalam adigum ushuliyah disebutkan al-Amru bi asy-syai’i amru
biwasailihi, walil-wasaili hukmu al-maqoshidi , maksudnya ialah “perintah
pada sesuatu (termasuk pendidikan) maka perintah pula mencari metodenya, dan
bagi metodenya hukumnya sama dengan apa yang dituju.Senada dengan hal ini ada
firman Allah yang berbunyi :
…وابتغوا اليه الوسيلة وجاهدوا في سبيله… (سورة المائدة :35)[58]
Sehingga dalam proses pelaksanaannya, pendidikan Islam memerlukan metode
yang tepat untuk menyampaikan materi-materi kepada anak, sehingga tujuan
pendidikan yang diinginkan dapat dicapai.[59]
Ada beberapa metode yang besar pengaruhnya untuk menanamkan keimanan kepada
anak yakni :
- Teladan
yang baik;
- Kebiasaan yang
baik;
- Disiplin,
hal ini sebenarnya sebagaian dari pembiasaan;
- Memotivasi;
- Memberikan
hadiah terutama yang dapat menyentuh aspek psikologis;
- Memberikan
hukuman dalam rangka kedisiplinan;
- Suasana
kondusif dalam mendidik.[60]
Menyusun sebuah metode harus mencakup tiga hal penting antara lain :
- Cara
tersebut bertujuan untuk menjelaskan materi kepada anak didik.
- Cara
tersebut merupakan cara yang tepat untuk menjelaskan, dan dipakai untuk
materi tertentu serta situasi tertentu pula.
- Cara
tersebut mampu memberikan kesan yang mendalam kepada anak didik.[61]
Menurut Abdullah Nashih Ulwan metode yang paling efektif dalam mendidik
anak adalah :
- Pendidikan
dengan keteladanan.
- Pendidikan
dengan adat dan kebiasaan.
- Pendidikan
dengan nasehat.
- Pendidikan
dengan perhatian.
- Pendidikan
dengan memberikan hukuman.[62]
Sementara Muhammad Zein menjelaskan bahwa metode yang mudah dilakukan para
orang tua dalam mendidik anak-anaknya ada tiga yakni :
- Meniru.
- Menghafal.
- Membiasakan.[63]
Mendidik anak pada periode pertama yakni usia 0-6 tahun, merupakan masa
yang sangat penting. Karena semua informasi mempunyai pengaruh yang sangat
mendalam dalam membentuk kepribadian anak. Anak akan merekam informasi apapun
pada periode ini, sehingga pengaruhnya akan lebih nyata pada kepribadiannya
setelah dewasa. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan para orang tua pada
periode ini antara lain :
- Memberikan
kasih sayang yang diperlukan oleh anak.
- Membiasakan
anak untuk disiplin.
- Orang tua
mampu menjadi teladan yang baik bagi anak.
- Membiasakan
etika umum yang baik.[64]
Periode selanjutnya ketika anak berusia 7-12 tahun. Anak pada periode ini
lebih siap untuk belajar. Anak mau meniru dan mendengarkan nasehat, meskipun
anak lebih mudah menyesuaikan diri dengan teman sebaya. Semangatnya sangat
tinggi untuk belajar keterampilan tertentu. Masa ini sangat baik untuk mendidik
dan mengarahkan anak sesuai dengan minat dan bakat yang ia miliki.Pada periode
ini anak dapat diajarkan beberapa hal, antara lain :
- Pengenalan
kepada Allah dengan cara sederhana, juga diajarkan
- Allah Esa
tidak ada sekutu.
- Allah
adalah pencipta alam semesta.
- Cinta
kepada Allah.
- Mengajarkan
sebagain hukum yang jelas, juga tentang halal dan haram.
- Mengajarkan
baca Al Quran.
- Mengajarkan
hak dan kewajiban sebagai hamba Allah.
- Mengenalkan
tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam.
- Mengajarkan
etika umum.
- Meningkatkan
sikap percaya diri anak dan juga tanggungjawab.[65]
Pendidikan Islam memberikan ketentuan bahwa rentang usia peserta didik
ialah sejak ia lahir sampai meninggal dunia. Manusia sejak lahir memerlukan
pendidikan , selanjutnya pendidikan tersebut tetap diperlukan sepanjang hidunya
sebagai sebuah proses.[66]
Pendidikan Islam menggunakan konsep pendidikan sepanjang hayat (life
long education). Sehingga manusia dalam rentang kehidupannya selalu
memerlukan pendidikan, dengan bimbingan, pembentukan, pengarahan, dan
pengalaman. Semua itu dilakukan secara bertahap dan berbeda, disesuaikan dengan
kebutuhan pada perkembangan usianya[67], begitu pun
pada pendidikan tauhidnya.
Penyusun dalam konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menggunakan 5 metode
yaitu :
- Kalimat
tauhid.
- Keteladanan.
- Pembiasaan.
- Nasehat.
- Pengawasan.
H. Metode
Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research),
yaitu penelahaan terhadap buku-buku, karya ilmiah, karya populer., dan
literatur lain yang berhubungan dengan tema yang diteliti.
2. Sumber Data
Penulis mengumpulkan data dari berbagai literatur sebagai sumber primer
ialah buku “ Islam Dalam Berbagai Dimensi” karangan Dr. Daud Rasyid,
MA., kemudian “Kuliah Akidah Islam” karangan Drs. Yunahar Ilyas, Lc.,Sri
Harini dan Aba Firdaus al Halwany “ Mendidik Anak Sejak dini”,. Muhammad
Taqi Mishbah Yazdi “ Filsafat Tauhid Mengenal Tuhan Melalui Nalar Dan
Firman”,Abdullah Nashih Ulwan “Pendidikan Anak Menurut Islam : Kaidah
Kidah Dasar”, .Juga literatur-literatur sebagai sumber data sekunder, yakni
data-data lain yang penulis peroleh baik dari buku-buku, artikel, yang ada
hubungannya langsung atau tidak langsung dengan materi pembahasan yang penulis
teliti.Buku-buku tersebut antara lain : Prof. H.M. Arifin, M.Ed (1996) Ilmu
Pendidikan Islam, H. Abu Tauhid (1990) Beberapa Aspek Pendidikan Islam,
Maulana Musa Ahmad Olgar (2000, terjm: Supriyanto Abdullah Hidayat) Mendidik
Anak Secara Islami.Ma’ruf Zurayk (1994) Aku Dan Anak-anakku : Bimbingan
Praktis Mendidik Anak menuju Remaja. dan buku-buku lain yang tidak penulis
sebutkan dalam tulisan ini
3. Analisa Data
Selanjutnya dalam menganalisis data yang
telah terkumpul menggunakan teknik deskriftif analitik, yaitu teknik analisa
data yang menggunakan, menafsirkan serta mengklasifikasikan dengan
membandingkan fenomena-fenomena pada masalah yang diteliti melalui langkah
mengumpulkan data, menganalisa data, dan menginterpretasi data dengan metode
berpikir :
- Deduktif :
merupakan tehnik berpikir yang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya
umum , dan bertitik tolak pada pengetahuan yang umum itu kita hendak
menilai suatu kejadian yang sifatnya khusus.[68]
- Induktif :
ialah berpikir dengan berangkat dari fakta-fakta yang khusus,
peristiwa-peristiwa yang konkrit, kemudian dari fakta-fakta atau
peristiwa-peristiwa yang khusus konkret itu ditarik
generalisasi-generalisasi yang bersifat umum.[69]
I.
Sistematika Pembahasan
Penulis membagi penelitian ini menjadi beberapa bab yang terangkum dalam
sitematika pembahasan berikut ini :
Bab kesatu : merupakan pendahuluan, berisikan pendahuluan menjelaskan tentang
penegasan judul, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, alasan pemilihan judul, kerangka teoritik, telaah pustaka, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua : akan dibahas tentang urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga, meliputi
pengertian, tujuan, dasar dan sumbernya.
Bab ketiga : diuraikan tentang pendidikan tauhid dalam keluarga materinya adalah
ilahiyat, mubuwat, ruhaniyat, dan sam’iyat, dalam penyampaian materi ini
digunakan lima metode yakni kalimat tauhid, keteladanan, pembiasaan, nasehat,
dan metode pengawasan.
Bab keempat : berisi penutup, kesimpulan dan saran-saran yang
merupakan intisari terhadap konsep yang ditawarkan dalam penulisan ini sebagai
harapan penulis.
BAB II
URGENSI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
Urgensi dalam
kamus Ilmiah Populer disebutkan sebagai suatu keperluan yang sangat penting dan
mendesak. Dengan akar kata urgen yang berarti penting dan mendesak,
memerlukan keputusan dan tindakan yang segera.[70] Untuk
mengetahui urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga, maka ada baiknya jika kita
mengetahui terlebih dahulu tentang pengertian, dasar dan tujuan, serta fungsi
pendidikan tauhid dalam keluarga. Berikuit ini akan diuraikan tentang
keempat hal tersebut.
A. Pengertian Pendidikan
Tauhid dalam keluarga
Firman Allah SWT :
يأيها الذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا… (سورة التحريم : 6)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka.[71]
H. Abu Tauhid dalam bukunya Beberapa Aspek Pendidikan Islam mengungkapkan
bahwa arti menjaga diri serta keluarga dari siksa api neraka atau disebut
(الوقاية) di dalam ayat ini dengan mengutip pendapat Sayid Sabiq :
ووقاية النفس والاهل من النار تكون بالتعليم والتربية وتنشئتهم على
الاخلاق الفاضلة¸وارشادهم الى مافيه نفعهم وفلاحهم. [72]
Menjaga diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan pengajaran dan
pendidikan, serta mengembangkan kepribadian mereka kepada akhlak yang utama,
serta menunjukkan kepada hal-hal yang bermanfaat dan membahagiakan diri serta
keluarga.
Setiap orang tua ingin menyelamatkan dirinya serta keluarganya dari siksa
api neraka, serta ingin mendidik putra putrinya karena hal itu sudah menjadi
kodrat sebagai orang tua. Namun bagi para orang tua yang beriman, mendidik anak
bukan hanya mengikuti dorongan kodrat naluriah, akan tetapi lebih dari itu
yakni dalam rangka melaksanakan perintah Allah SWT yang harus dilaksanakan.[73] Oleh sebab itu
orang tua harus memberikan pendidikan terutama penanaman ketauhidan kepada
putra putrinya.
Tauhid, berarti mengakui bahwa seluruh alam semesta beserta isinya berada
dalam kekuasaan Allah SWT, hanya ada satu tuhan karena jika ada tuhan yang lain
selain Allah maka niscaya alam semesta akan hancur lebur.
لو كان فيهما الهة الا الله لفسدتا …(سورة الانبياء :22)[74]
Artinya : Sekiranya ada di langit dan bumi tuhan-tuhan selain Allah,
tentulah keduanya itu telah rusak binasa.
Sehingga jin dan manusia diciptakan Allah hanyalah untuk mengabdi,
menyembah serta menghambakan dirinya secara penuh sebagai hamba-Nya.
وما خلقت الجن والانس الاليعبدون (سورة الذاريات :56)[75]
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya
mereka menyembah-Ku.
Allah yang Maha Pengampun akan mengampuni dosa apapun yang dilakukan
hamba-Nya selama ia bertobat, namun Allah tidak akan memberikan pengampunan
terhadap siapa saja yang telah menduakan-Nya, menyamakan-Nya dengan yang lain
sampai-sampai Allah memberikan ultimatum ini sebanyak dua kali dengan redaksi
yang hampir sama yakni dalam surat an Nisa ayat 48 dan 116.
ان الله لايغفر ان يشرك به ويغفر مادون ذلك لمن يشاء…
(سورة النساء : 116 و48)[76]
Perbuatan syririk atau lawan dari tauhid berarti menzolimi diri sendiri,
serta Allah mengharamkan pelakunya untuk menikmati surga karena tempat bagi
siapa saja pelakunya adalah neraka jahanam (QS. al Ma’idah : 72).
…انه من يشرك بالله فقد حرم الله عليه الجنة ومأو النار (سورة
الما ئدة :72)[77]
Tauhid, dalam Ensiklopedia Islam yang disusun oleh Tim IAIN Syarif
hidayatullah terbagi menjadi dua yakni : tauhid Rububiyah dan
tauhid Ubudiyah.[78] Sedangkan
menurut Isma’il Raji Al Faruqi tauhid terdiri dari tiga kriteria yang talazum,
yakni Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al
Hakimiyah.[79]Ruang lingkup
aqidah oleh Drs. Yunahar Ilyas, Lc. yang meminjam sistematika Hasan al Banna
membagi ruang lingkup tauhid menjadi 4 bagian yakni Ilahiyat, Nubuwat,
Ruhaniyat, dan Sam’iyyat[80].
Semua aktivitas alam semesta ini tidak terlepas dari kebesaran dan
kekuasaan Allah sebagai Rabb. Allah tidak membutuhkan bantuan siapapun
untuk mengurus alam ini, mengakui bahwa Dialah Rabb yang Esa, tunggal
tidak ada Rabb selain Dia inilah yang disebut sebagai tauhid rububiyah.
Selanjutnya ketauhidan itu tidak hanya pengakuan bahwa Allah satu-satunya
pencipta dan Ilah, namun ketauhidan tersebut harus sejalan dengan semua
aktivitas seorang hamba, keyakinan tersebut harus diwujudkan melalui ibadah,
amal sholeh yang langsung ditujukan kepada Allah SWT tanpa perantara serta
hanya untuk Dialah segala bentuk penyembahan dan pengabdian, ketaatan
tanpa yang hanya tertuju kepada-Nya syarat, inilah tauhid ubudiyah.
Tauhid Uluhiyah sebagaimana dijelaskan oleh Daud Rasyid ialah bahwa
yang berhak dijadikan tempat khudhu’ atau ketundukan dalam beribadah
serta ketaatan hanyalah Allah SWT yang berhak dipatuhi secara mutlak oleh
hambanya bukan hamba yang berlagak sebagai “raja”.[81] Dijelaskan
pula bahwa Tauhid Al Hakimiyah ialah hanya Allah-lah yang berhak membuat
ketentuan, peraturan, dan hukum.Meskipun mungkin konsep ini sudah terkandung
dalam pengertian Uluhiyah namun ulama kontemporer tetap memisahkannya dengan
tujuan menonjolkan kehakimiyahan Allah SWT.[82]
Ketauhidan ini harus dimiliki oleh setiap muslim, oleh sebab itu ditanamkan
kepada para generasi penerus karena tanpa tauhid semuanya akan hancur, baik
masa depan agama maupun bangsa. Pendidikan ketauhidan perlu ditanamkan sejak
dini. Awal kehidupan serta lingkungan pertama dan utama yang dikenal anak
adalah keluarga.
Keluarga dapat disebut sebagai unit dasar serta unsur yang fundamental
dalam masyarakat, karena dengan keluarga kekuatan-kekuatan yang tersusun dalam
komunitas sosial dirancang di dalamnya.[83]Nabi Muhammad
SAW memandang keluarga sebagai struktur yang tak tertandingi dalam masyarakat,
beliau sendiri memberikan contoh teladan dalam masalah ini, serta menganjurkan
umatnya untuk mengikuti dan melestarikan tradisi mulia dan agung ini, disamping
itu sebuah perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai salah satu prinsip moral
yang paling penting dalam pandangan Islam.[84]
Pemilihan pasangan hidup atas dasar cinta serta keikhlasan, sehingga
pernikahan dilandasi rasa kerelaan dari kedua pasangan dalam rangka mencari
ridho Allah dengan mengikuti sunnah. Awal pernikahan yang demikian dapat
membentuk keluarga yang sakinah, karena kedua pasangan menjadikan agama sebagai
landasan untuk saling mengikat diri dalam tali pernikahan yang resmi secara
agama dan undang-undang yang berlaku.
Memelihara kelangsungan keturunan ( hifzh an-nasl) merupakan salah
satu syari’at Islam yang hanya dapat diwujudkan melalui pernikahan yang syah
menurut agama serta undang-undang, keluarga yang diliputi rasa cinta kasih (mawaddah)
dan kasih sayang (rahmah) kedua pasangan.Demikainlah janji Allah sebagai
salah satu kekuasaan-Nya menciptakan pasangan (laki-laki dan perempuan) dari
jenis yang sama agar masing-masing dapat berkomunikasi agar tercipta
ketenteraman, serta Dia jadikan kasih sayang di antara kita.
ومن ايته ان خلق لكم من انفسكم ازواجا لتسكنوا اليها وجعل بينكم مودة
ورحمة …(سورة الروم : 21)[85]
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan mersa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu kasih dan
sayang.
Keluarga dalam bentuk yang paling umum dan sederhana terdiri dari ayah, ibu
dan anak (keluarga batih).Ayah dan Ibu, keduanya merupakan komponen yang sangat
menentukan kehidupan anak, terutama ketika masih kecil.Secara biologis dan
psikologis ayah dan ibu merupakan pendidik pertama dan yang utama bagi anak
dalam lingkungan keluarga.[86]
Anak bagi keluarga merupakan anugrah yang diberikan Allah SWT yang memiliki
dua potensi yakni baik dan buruk. Hal tersebut tergantung bagaimana pendidikan
yang diberikan oleh kedua orng tuanya. Orang tua memiliki peran yang
tidak dapat diremehkan bagi masa depan anak. Anak, memiliki fitrah yang
dibawanya, tergantung bagaimana perkembangannya yang banyak tergantung kepada
usaha pendidikan dan bimbingan yang dilakukan kedua orang tuanya. Oleh karena
itu diharapkan orang tua menyadari kewajiban serta tanggung jawabnya terhadap
anak-anaknya. Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa semua anak dilahirkan dalam
keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang membuat anak menjadi Yahudi,
Nasrani atau Majusi (HR. Bukhari).[87]
مامن مولود الا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه
(رواه البخاري)[88]
Prinsip-prinsip pendidikan Lukman Al Hakim merupakan salah satu teori yang
sangat diperlukan bagi orang tua dalam interaksi edukatif dalam
keluarga.Peranan orang tua sebagai pendidik merupakan kemampuan penting dalam
satuan pendidikan kehidupan keluarga (family life education). Karakteristik
pendidik yang dicontohkan Lukmanul Hakim di antaranya adalah bertauhid dan
bertakwa kepada Allah SWT. Tauhid merupakan isi pokok yang harus dikuasai oleh
orang tua, sebagai teladan dalam keluarga orang tua harus mengamalkannya
sebelum ia sampaikan kepada anak-anaknya. Dalam interaksi edukatif orang tua
dan anak memiliki peranan masing-masing yang saling mendukung interaksi
edukatif tersebut.[89]
واذ قال لقمن لابنه وهو يعظه يبني لاتشرك بالله ان الشرك لظلم عظيم
(سورة لقمن :13)[90]
Allah juga berfirman :
وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعفا خافوا عليهم فليتقوا الله وليقولوا
قولا سديدا ( النساء:9)
Artinya : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah,yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.[91]
Melahirkan keturunan yang berkualitas serta shalih dan shalihah merupakan
tujuan hidup dalm berkeluarga bagi seorang muslim.Agar tujuan tersebut tercapai
anak harus didik secara baik dan benar, karena anak yang sehat fisiknya dan
psikisnya merupakan dambaan dan kebanggaan bagi setiap orang tua atau keluarga.
Anak juga merupakan rahmat Allah yang bernilai tinggi serta memiliki manfaat
yang sangat besar di dunia dan akhirat. Anak juga sebagai amanat Allah
yang harus disyukuri dan Allah akan meminta pertanggungjawaban kelak di hari
kiamat kepada para orang tuanya.[92]
Anak merupakan salah satu bagian dalam keluarga. Anak akan mengalami
pertumbuhan dan perkembangan selama ia masih hidup.Anak dalam skripsi ini
adalah anak yang berusia 0-12 tahun oleh Zakiah Daradjat masa ini disebut masa
anak. Perkembangan agamanya akan sangat ditentukan oleh pendidikan dan
pengalaman yang dilaluinya.[93]
Perkembangan agama pada anak ada tiga tahap yakni :
- Tingkat
dongeng yakni ketika anak berusia 3-6 tahun.
- Masa
kenyataan yakni ketika anak memasuki sekolah dasar. Anak sudah dapat
melahirkan konsep Tuhan yang formalis, ia akan senang dan tertarik pada
lembaga agama yang mereka lihat dikelola oleh rang dewasa. Segala tindakan
(amal) keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya dengan penuh minat.
- Tingkat
Individu. Seiring dengan perkembangan usianya, anak telah memiliki
kepekaan emosi yang tinggi. Tahap ini dibagi menjadi tiga :
- Konsep
ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sedkit
fantasi.
- Konsep
ke-Tuhanan yang lebih murni, meskipun anak sering menggunakan pandangan
dan argumen yang ia ketahui.
- Konsep
ke-Tuhanan humanistik. Agama telah menajadi etos humanis dalam diri anak.
Hal ini disebabkan bertambahnya usia dan pengaruh luar dari
lingkungannya.[94]
Seharusnya agama masuk ke dalam pribadi anak sejak dini, yakni sejak anak
dilahirkan. Ia mengenal Tuhan melalui orang tuanya. Perkembangan agama anak
sangat dipengaruhi oleh kata-kata, sikap, tindakan, dan perbuatan orang tuanya.
Apa saja yang dikatakan orang tua akan diterima anak, meskipun belum mempunyai
kemampuan memikirkan kata-kata dan informasi yang ia terima. Orang tua bagi
anak adalah benar, berkuasa, pandai, dan menentukan. Oleh sebab itu hubungan
antara orang tua dan anak mempunyai pengaruh signifikan bagi perkembangan agama
anak.[95]
Tauhid akan membuat jiwa tenteram, dan menyelamatkan manusia dari kesesatan
dan kemusyrikan. Selain itu, tauhid juga berpengaruh untuk membentuk
sikap dan perilaku anak. Jika tauhid tertanam dengan kuat, ia akan menjadi
sebuah kekuatan batin yang tangguh. Sehingga melahirkan sikap positif.
Optimisme akan lahir menyingkirkan rasa kekhawatiran dan ketakutan kepada
selain Allah. Sikap yang positif dan perilaku positif akan bermanfaat untuk
diri sendiri dan orang lain.[96]
Rasul bersabda :
قال صلى الله عليه وسلم : اجتنبوا السبع الموبقات, قيل يارسول الله
وما هن ؟. قال : الشرك بالله…( متفق عليه )[97]
Artinya : Rasulullah SAW bersabda :” Jauhilah olehmu
tujuh dosa-dosa besar!”, Dikatakan, wahai Rasulullah apa sajakah dosa-dosa
besar itu ?, Rasul menjawab :”Syirik kepada Allah…” (HR. Bukhari-Muslim)
Hadits di atas menjelaskan bahwa ada tujuh dosa besar yang sangat
berbahaya. Syirik adalah salah satunya. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan
syirik antara lain :
1). Syirik merupakan salah satu hal yang dapat membinasakan manusia karena
:
a). Syirik dapat menghancurkan ketauhidan
dan keimanan.
b). Syirik menjerumuskan seseorang ke
neraka.
2). Syirik berada pada urutan pertama pada hadits di atas karena :
a). Syirik merupakan masalah serius bagi seluruh kaum muslimin sehingga
memerlukan perhatian serta tindakan nyata.
b). Dosa syirik tidak akan akan mendapat ampunan Allah SWT.[98]
Maka pengertian pendidikan tauhid dalam keluarga adalah usaha-usaha
pendidikan tauhid yang dilakukan oleh para orang tua terhadap anak-anaknya
dengan menyampaikan materi-materi ketauhidan dengan metode kalimat tauhid,
keteladanan, pembiasaan, nasehat, dan pengawasan. Metode ini disesuaikan dengan
materi yang akan diberikan dan juga kemampuan anak. Sehingga diharapkan anak
menjadi seorang muslim sejati dengan ketauhidan yang utuh, sebagai jalan untuk
menjadi hamba Allah yang bertakwa.
B. Dasar Dan Tujuan Pendidikan
Tauhid Dalam Keluarga
Al-Quranul Karim , Sunnah Nabi Muhammad saw, serta penalaran serta
perenungan yang sehat terhadapnya merupakan asas atau sumber pokok akidah
islamiyah, demikian penjelasan Prof. Dr. Ali Abdul Halim Mahmud.[99]
Karena membicarakan dasar pendidikan Islam berarti membicarakan dasar
syari’at Islam yakni Al Quran dan Sunnah Nabi.[100]
Dasar-dasar pendidikan tauhid dalam keluarga dalam Al Quran antara lain :
1. Surat At Tahrim ayat 6 :
يأيها الذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا … (سورة التحريم :6)[101]
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka…”.
- Surat
Luqman ayat 13 :
واذ قال لقمن لابنه وهو يعظه يبني لاتشرك بالله ان الشرك لظلم عظيم
(سورة لقمن :13) [102]
Artinya : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya : “ Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar.
3. Surat Al Baqarah ayat 132-133 :
ووصى بها ابراهيم بنيه ويعقوب يبني ان الله اصطفى لكم الدين فلا تموتن
الا وانتم مسلمون , ام كنتم شهداء اذ حضر يعقوب الموت اذ قال لبنيه
ماتعبدون من بعدي قالوا نعبد الهك واله أبائك ابراهيم واسمعيل واسحق
الها واحدا ونحن له مسلمون (سورة البقرة : 132-133)[103]
Artinya : Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada
anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata) :” Hai anak-anakku,
Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati
kecuali dalam memeluk agama Islam. Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan
(tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya : “Apa yang kamu
sembah sepeninggalku?”. Mereka menajwab : “ Kami akan menyembah Tuhanmu dan
Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa
dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.
Sedangkan landasannya dari hadis antara lain sabda Nabi :
مامن مولود الا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه
(رواه البخاري)[104]
Artinya : Tidak seorang anakpun yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan
menetapi fitroh, Maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan dia menjadi
Yahudi, Nashrani, atau Majusi.(HR. Bukhori).
Setelah mengetahui dasar pendidikan tauhid dalam keluarga, dapat kita lihat
bahwa Al Quran dan Al Hadit ternyata memberikan statemen yang jelas dan tegas
tentang pendidikan perlunya pendidikan tauhid dalam keluarga.
Selanjutnya ialah tentang tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga.
Membicarakan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga tidak terlepas dari tujuan
pendidikan Islam karena pendidikan tauhid dalam keluarga bagian dari pendidikan
Islam itu sendiri. Oleh sebab itu sebelum kita membicarakan tujuan pendidikan
tauhid dalam keluarga kita perlu mengetahui tujuan pendidikan Islam terlebih
dahulu.
Tujuan pendidikan Islam akan terlihat jelas jika kita melihat defenisinya
kembali. Tujuan adalah salah satu faktor yang harus ada dalam setiap kegiatan
begitu pun dalam kegiatan pendidikan, termasuk aktivitas pendidikan
Islam.Tentunya tujuan tersebut terwujud setelah seseorang mengalami proses
pendidikan Islam secara keseluruhan.[105]
Sayid Sabiq, menurutnya tujuan pendidikan Islam ialah untuk menyiapkan
manusia yang bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun untuk masyarakat.
Sedangkan Muhammad Athiyah Al Abrosyi memiliki konsep yang berbeda yakni
mempersiapkan individu agar dapat hidup dalam kehidupan yang sempurna sebagai
sosok yang berkepribadian “al-fadhilah” atau “insan kamil”.An war
jundi, memiliki bahasa konsep yang lain, menurutnya tujuan pendidikan Islam
adalah membentuk manusia yang berpribadi muslim.[106]
Prof.Dr. H.M. Mahmud Yunus menyatakan bahwa tujuan pendidikan dalam
bidang keimanan ialah :
- Agar memiliki
keimanan yang teguh kepada Allah, Rasul-rasul, Malaikat, hari akhir, dan
lain sebagainya.
- Agar
memiliki keimanan berdasarkan kepada kesadaran dan ilmu pengetahuan, bukan
sebagai “pengikut buta” atau taklid semata-mata.
- Agar
keimanan itu tidak mudah rusak apalagi diragukan oleh orang-orang yang
beriman.[107]
Menurut Al Ghazali tujuan pendidikan keimanan adalah agar anak didik
menjadikan akhirat sebagai orientasi utama dalam hidupnya. Melatih diri untuk
mendekatkan diri (bertakarrub) kepada Allah, membentuk kepribadian yang
sempurna dengan bimbingan taufik serta nur ilahi agar terbuka jalan menuju
kebahagiaan dunia dan akhirat.[108]
Menurut Abdullah Nashih Ulwan tujuan pendidikan keimanan adalah agar anak
mempunyai tanggungjawab, jujur, jiwa kemanusiaan yang tinggi, berakhlak mulia,
dan membebaskan diri dari sifat-sifat kebinatangan.[109]
Menurut M. Saleh tujuan pendidikan ketauhidan adalah :
- Menanamkan
rasa cinta kepada Allah.
- Bersyukur
kepada Allah.
- Mengenal
kebesaran dan kekuasaan Allah.
- Mencintai
para Rasul-Nya.
- Meyakini
hal-hal gaib.[110]
Abdurrahman An-Nahlawi merumuskan tujuan pendidikan ketauhidan agar :
- Ikhlas
beribadah kepada Allah.
- Mengetahui
makna dan maksud beribadah kepada Allah.
- Menjauhi
yang dilarang Allah, seperti syirik dan segala hal yang dapat mengalihkan
ketauhidan dan mengaburkan tujuan pendidikan.[111]
Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga dalam skripsi ini bertujuan :
- Agar
menanamkan kesadaran kepada anak untuk bersyahadat berdasarkan dorongan
dalam dirinya sendiri.
- Pembentukan
sikap muslim yang beriman dan bertakwa.
- Agar anak
mengetahui makna dan tujuan beribadah kepada Allah.
- Mengarahkan
perkembangan keagamaan anak.
- Agar anak
selalu berpikirdan berperilaku positif
C. Fungsi Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga
Fungsi merupakan bentuk operasional dari sebuah tujuan, sehingga kita dapat
melihat fungsi pendidikan tauhid dalam keluarga dengan menganalisis tujuan dari
pendidikan tauhid dalam keluarga. Yusron Asmuni menyebutkan bahwa pendidikan
tauhid dalam keluarga adalah berfungsi
untuk :
- Memberikan
ketentraman dalam hati anak.
- Menyelamatkan
anak dari dari kesesatan dan kemusyrikan.
- Membentuk
perilaku dan kepribadian anak, sehingga menjadi falsafah dalam
kehidupannya.[112]
Dari penjelasan yang diuraikan oleh Abdurrahman An-Nahlawi, dapat
dilihat bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga memiliki beberapa fungsi agar :
- Anak dapat
beribadah kepada Allah secara ikhlas.
- Anak dapat
mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah.
- Anak dapat
menjauhi hal-hal yang dilarang Allah seperti syirik dan semua hal yang
dapat menghancurkan ketauhidan.[113]
Keluarga merupakan tempat pertama kali anak menerima pendidikan tauhid.
Dengan menanamkan kepada anak bahwa dirinya selalu berada dalam perlindungan
dan kekuasaan Allah yang Maha Esa. Sehingga dengan proses yang panjang anak
akan selalu mengingat Allah SWT. Allah berfirman :
…ألا بذكر الله تطمئن القلوب (الرعد : 28) [114]
Artinya : “… Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram.
Pendidikan tauhid dalam keluarga juga membuat anak mampu memiliki keimanan
berdasarkan kepada pengetahuan yang benar, sehingga anak tidak hanya mengikuti
saja atau “taklid buta”. Dengan mengajarkan ketauhidan yang bersumber dari Al
Quran dan Al Hadits, maka ketauhidan yang terbentuk dalam jiwa anak disertai
dengan ilmu pengetahuan yang berdasarkan kepada argumen-argumen dan bukti-bukti
yang benar, serta dapat dipertanggungjawabkan.
Keyakinan yang disertai ilmu pengetahuan akan membuat keyakinan itu semakin
kokoh, sehingga akan terpancar melalui amal perbuatan sehari-hari. Maka benar
jika keimanan itu tidak hanya diucapkan, kemudian diyakini namun juga harus
tercermin dalam perilaku seorang muslim. Ketauhidan yang telah terbentuk
menjadi pandangan hidup seorang anak akan melahirkan perilaku yang
positif baik ketika sendirian maupun ada orang lain, karena ada atau
tidak ada yang melihat, anak yang memiliki ketuhidan yang benar akan merasakan
bahwa dirinya selalu berada dalam penglihatan dan pengawasan Allah, sehingga
amal dan perilaku positif yang dilakukan benar-benar karena mencari ridho Allah
SWT.
Akhirnya, dapat dilihat bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga sangatlah
penting dan harus segera dilakukan oleh para orang tua, karena fungsinya yang sangat
besar dalam membentuk pribadi muslim yang benar, dan bertakwa kepada Allah SWT,
yang dihiasai dengan akhlak dan perilaku positif, sehingga anak-anak yang
bertauhid juga akan melakukan hal-hal yang positif. Hal-hal yang dapat
bermanfaat baik untuk dirinya, keluarganya, masyarakatnya, agamanya, bahkan
dunia. Aktivitas yang timbul dari anak yang bertauhid hanyalah mencari ridho
Allah SWT, bukan mencari sesuatu yang bersifat duniawi.
BAB III
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
A. Materi Pendidikan Tauhid
dalam Keluarga
Menurut ulama salafiyah, pembahasan materi ketauhidan terbagi menjadi dua
bagian yakni tentang tauhid Rububiyah dan tauhid Uluhiyah.[115] Dari kedua
ketauhidan tersebut melahirkan ketauhidan ketiga yakni tauhid Ubudiyah.[116] Menurut
Abdullah Nashih Ulwan anak harus diajarkan ketauhidan sejak dini, sejak anak
mulai dapat memahami lingkungannya. Ketauhidan yang dimaksud ialah meliputi
dasar-dasar ketauhidan merupakan segala sesuatu yang ditetapkan dengan jalan
berita (khabar) yang diperoleh secara benar, berupa hakekat ketauhidan,
masalah-masalah gaib, beriman kepada Malaikat, Kitab-kitab samawi, Nabi dan
Rasul Allah, sikasa kubur, surga, neraka, dan seluruh perkara gaib.[117]
Al Ghazali menjelaskan bahwa pembinaan ketauhidan diperlukan 4 hal pokok
yakni :
- Makrifat
kepada dzat-Nya.
- Makrifat
kepada sifat-sifat-Nya.
- Makrifat
kepada af’al-Nya.
- Makrifat
kepada syari’at-Nya.[118]
Jika kita menggunakan pengertian yang sama antara ketauhidan, akidah,
dengan keimanan, maka materi ketauhidan sama dengan materi keimanan. Konsep
yang penyusun gunakan ialah konsep Yunahar Ilyas yang membagi materi ketauhidan
menjadi empat, selain beliau juga membagi ruang lingkup ketauhidan kepada rukun
iman, yang memiliki 6 unsur.[119]
Materi pendidikan tauhid dalam keluarga terbagi menjadi empat yakni
- Ilahiyat
- Nubuwat
- Ruhaniyat
- Sam’iyyat
Berikut ini adalah penjelasan keempat materi di atas :
1. Ilahiyat
Pembahasan materi ini dibagi menjadi tiga hal yakni :
- a.
Zat Allah SWT.
Tauhid zat berarti bahwa zat Allah Swt ialah satu, tidak ada sekutu dalam
wujud-Nya, tidak ada kemajemukan, serta tidak ada tuhan lain di luar Diri-Nya.
Bersifat sederhana, tidak terdiri dari bagian-bagian ataupun organ-organ,
intinya Allah adalah satu dan tidak ada sekutu baginya, demikianlah pandangan
para teolog dan filosof tentang tauhid zat Allah Swt.[120]
Muhammad Taqi Mishbah Yadzi menjelaskan bahwa tauhid zat maerupakan tauhid
tahap terakhir yang hanya mampu dicapai oleh orang-orang yang arif.
Dijelaskannya bahwa pada tahap ini mereka mempercayai bahwa yang hakiki
terbatas pada Allah Swt. Saja. Alam adalah manifestasi dan cerminan dari
Wujud-Nya. Mereka mengatakan bahwa Allah Swt. Adalah Zat yang bersifat
nonmateri (immaterial).[121]
Menurut Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi bahwa kebenaran mutlak (absolut)
tentang Zat Allah tidak memerlukan bukti, namun yang harus dipercaya adanya
Zat-Nya itu mempunyai bekas-bekas, akibat-akibat, gejala-gejala yang dapat
memperkuat bukti kebenaran adanya Zat-Nya itu. Sehingga adanya Tuhan adanya
kebenaran mutlak yag tidak perlu dibuktikan adanya Zat Tuhan, kehati-hatian ini
dilandaskana atas satu hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas :
تفكروا في خلق الله ولاتفكروا في الله فانكم لن تقدروا قدراه (الحديث )
Artinya : Pikirkanlah tentang ciptaan/makhuk Allah,
dan janganlah kamu memikirkan tentang Allah (zatnya), karena sesungguhnya kamu
tidak sekali-kali akan mampu mencapai-Nya. (Hadis).[122]
Akal manusia tidak akan mampu menjangkau Zat Allah disebabkan oleh
keterbatasannya. Oleh sebab itu kita tidak boleh memikirkan Zat Allah , tetapi
marilah memikirkan makhluk-makhluk ciptaan-Nya.[123]
- b.
Nama-nama Allah SWT.
Rasululullah saw. Bersabda :
لله تسعة وتسعون اسما مائة الا واحدا لايحفظها احد الا دخل الجنة,
وهو وتر يحب الوتر.
Artinya : Allah memiliki 99 nama, yakni seratus kurang satu. Tiada
seseorangpun yang menghafalnya (dengan menghayati dan merenungkan kandungannya)
melainkan akan masuk surga. Dan Dia itu ganjil (Maha Esa) menyukai yang ganjil.[124]
Nama-nama Allah yang sesuai dengan keagungan keluhuran-Nya Ia gunakan
untuk memperkenalkan diri-Nya kepada makhluk.Selain 99 nama Allah, juga
terdapat nama-nama lain yang tersebut dalam hadis Rasul saw. Seperti al-Hannan
(yang Maha Pengasih), al-Mannan (Yang memberi nikmat), al-Kafiil
( Yang Maha Pelindung/Penjamin), Dzu ath-Thaul (Yang Memiliki
Keutamaan), Dzu al-Ma’arij (Yang memiliki Jalan-jalan Naik), Dzu
al-Fadhl (Yang Memiliki Karunia), al-Khallaq (Yang Maha
Pencipta).Nama-nama Allah haruslah merujuk kepada Syara’. Dari seluruh
nama-nama itu yang merupakan lambang ketuhanan ialah”Allah”.
- c.
Sifat-sifat Allah
Menurut para teolog dan filosof, tauhid sifat-sifat Allah berarti kita
menisbatkan sifat-sifat kepada Allah Swt. tak lain adalah Zat-Nya sendiri.
Sifat-sifat itu bukan sesuatu yang ditambahkan atau hal-hal yang lain dari
Diri-Nya. Mereka mengungkapkan bahwa Sifat-Sifat Tuhan tak lain adalah Zat
Allah Swt. itu sendiri, mereka menyebutnya sebagai “Tauhid dalam sifat”. Karena
Allah tidak memiliki sifat-sifat diluar Diri-Nya.[125]
Sedangkan menurut Sang arif, tauhid sifat merupakan tahap kedua. Pada tahap
ini manusia memandang setiap sifat kesempurnaan pada asalnya adalah milik Allah
Swt., sedangkan sifat kesempurnaan yang ada pada manusia serta makhluk hanyalah
bayangan atau cerminan atau manifestasi dari Sifat-Sifat Tuhan. Bahwa
Sifat-Sifat Allah Swt. bukanlah tambahan pada Zat-Nya [126]
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi sangat cenderung kepada tauhid yang dimiliki
oleh orang-orang ahli ma’rifat, yang mampu mencapai taraf melihat, merasakan,
mendengar yang tidak bisa dilakukan oleh orang-orang awam, mereka
malakukan riyadah ibadah untuk membersihkan hati serta jiwa mereka dan
benar-benar mendekatkan diri mencari ridho Allah Swt.
Drs. Yunahar, Lc. Menjelaskan bahwa ada dua metode dalam tauhid Nama dan
Sifat-Sifat Allah Swt. Pertama Itsbat, yakni mempercayai bahwa Nama dan
Sifat yang dimiliki Allah merupakan menunjukkan ke-Maha Sempurnaan Allah Swt.Kedua
adalah Nafyu yakni menafikan atau menolak nama serta sifat yang
menunjukkan ketidak sempurnaan Allah Swt.Selanjutnya beliau menyebutkan ada
beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan Nama-Nama dan Sifat Allah
Swt. antara lain :
1) Nama-Nama Allah hanyalah yang disebutkan di dalam Al-Quran dan Sunnah.
Oleh sebab itu tidak boleh memberi nama kepada Allah yang tidak disebutkan
dalam Al-Quran dan Sunnah.
2) Allah tidak bisa disamakan, atau mirip Zat-Nya, sifat-sifat
serta perbuatan-Nya dengan makhluk.
3) Percaya Nama dan Sifat Allah Swt. haruslah apa adanya tanpa
menanyakan atau mempertanyakannya.
4) Selain nama dan sifat-sifat Allah ada istilah ”ismul-lah
al-a’zham” yakni nama-nama Allah Swt. yang dirangkai di dalam do’a.[127]
Sifat
wajib dan mustahil bagi Allah Swt ada dua puluh sifat yakni[128] :
1) al Wujud artinya ada, sedangkan yang mustahil bagi Allah adalah al ‘Adam
yang artinya tdak ada.
2) al Qidam artinya yang tidak ada awal bagi wujud-Nya,
lawannya adalah al-Huduts artinya yang ada awalnya.
3) al Baqa artinya kekal atau tidak ada akhir akan wujud-Nya,
sedangkan mustahuil Allah bersifat al Fana artinya tidak kekal.
4) Tidak akan pernah sama dengan makhluk maksudnya Allah
berbeda dengan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Sedangkan Allah
mustahil bersifat menyerupai atau sama dengan makhluk.
5) Berdiri sendiri, maksudnya Allah Swt. Maha kaya dan tidak
memerlukan bantuan siapapun, oleh sebab itu membutuhkan kepada sesuatu makhluk
adalah kemustahilan bagi Allah.
6) Esa, maksudnya Allah itu satu, tunggal dan mustahil bagi
Allah Berbilang, lebih dari satu.
7) Maha Kuasa, Allah mustahil memiliki sifat lemah.
8) Maha Berkehedak, mustahil Allah bersifat terpaksa.
9) Maha Berilmu, mustahil bagi Allah memiliki sifat bodoh.
10) Maha Hidup, Allah mustahil mati.
11) Maha Mendengar, sehingga mustahil Allah bersifat tuli.
12) Maha Melihat, Allah mustahil bersifat buta.
13) Maha berbicara, mustahil Allah bersifat bisu.
14)Yang Maha Kuasa, mustahil Allah bersifat yang keadaan-Nya lemah.
15)Yang Maha Berkehendak, Allah mustahil keadaan-Nya terpaksa.
16)Yang Maha Berilmu, mustahil Allah dalam keadaan bodoh.
17)Yang Maha Hidup, Allah mustahil keadaan-Nya mati.
18)Yang Maha Mendengar, mustahil keadaan Allah itu tuli.
19)Yang Maha Melihat, sehingga mustahil Allah dalam keadaan buta.
20)Yang Maha Berkata-kata, mustahil Allah dalam keadaan bisu.
Sedangkan sifat jaiz bagi Allah, kita dapat menggunakan penjelasan Muhammad
Taqi Mishbah Yazdi ketika menjelaskan hubungan antara kemampuan dan kehendak
Allah Swt. karena sifat Jaiznya Allah berhubungan dengan dua hal tersebut.Jika
kita mengatakan Allah dapat melakukan segala sesuatu, yang kita maksudkan jika
Allah menghendakinya, Dia akan melakukannya, dan jika tidak , Dia tidak akan
melakukannya, dan kemampuannya tidak akan berkurang karenanya. Sebagai contoh
ketika Anda memilih berbicara atau tetap diam pada suatu saat, maksudnya anda
memiliki kemampuan untuk melakukan keduanya. Jika ingin berbicara maka Anda
akan berbicara, dan ketika Anda tidak ingin berbicara maka Anda akan diam. Jadi
kekuatan Anda meliputi keduanya. Manakah yang Anda pilih?.Jadi kekuatan atau
kemampuannya lebih luas dari kehendak Anda., karena kemampuan meliputi aksi
maupun non aksi, sementara kehendak hanya meluiputi salah satu dari keduanya.[129]
Muhammad
Taqi Mishbah Yazdi melanjutkan pembagian tauhid kepada tauhid perbuatan. Bagi
para teolog dan filosof tauhid perbuatan berarati dalam melakukan
perbuatan-perbuatan-Nya Allah tidak memerlukann bantuan siapapun. Jika
perbuatan tersebut membutuhkan sarana, Dia menciptakan dan menggunakan sarana
tersebut. Hal ini berbeda dengan Allah membutuhkan orang lain di luar Diri-Nya
dalam melaksanakan perbuatan-perbuatan-Nya.[130]
Para
kaum arif memiliki konsep yang berbeda dengan para teolog dan filosof. Bagi
para teolog dan filosof secara berurutan terlebih dahulu harus memulai tauhid
pada Zat Allah, selanjutnya sifat-sifat, terakhir ialah tauhid perbuatan. Namun
para kaum arif memulainya dengan tauhid perbuatan, lalu tahap kedua tauhid
sifat dan tahap terakhir adalah tauhid Zat. Tauhid perbuatan berarti bahwa,
setiap perbuatan yang ada adalah perbuatan Allah, yang lain hanyalah alat-alat
dan sarana-sarana, inilah yang dilihat oleh orang-orang yang telah menyucikan
jiwanya, yakni para kaum arif.[131]
2. Nubuwat
Nabi menurut bahasa berasal dari bahasa Arab na-ba bermakna yang
ditinggikan, atau dari kata na-ba-a yang berarti berita. Jadi Nabi
adalah seseorang yang derajatnya ditinggikan Allah Swt. dengan memberikan
berita atau wahyu kepadanya.Sedangkan Rasul dari kata ar-sa-la berarti
mengutus, namun setelah dijadikan kata Rasul artinya berubah menjadi yang diutus.
Maka Rasul adalah orang yang diutus Allah Swt. untuk menyampaikan misi pesan (ar-risalah).Perbedaan
antara Nabi dan Rasul adalah ada tidaknya kewajiban untuk menyampaikan misi
atau risalahnya kepada orang lain.Jika tidak ada kewajiban untuk menyampaikan
maka disebut Nabi dan jika ada kewajiban untuk menyampaikan risalah yang
diterima dari Allah kepada orang lain (umat) ia disebut Rasul.[132]
Jumlah Nabi dan Rasul tidak dapat diketahui secara pasti, Namun yang wajib
diketahui ada 25 orang yang disebutkan di dalam Al Quran yalni 18 orang
disebutkan dalam surat Al- An’am ayat 83-86 dan 7 orang lagi di sebutkan dalam
ayat-ayat yang terpisah yakni :
- Nabi Hud
as. dalam surat Hud ayat 50;
- Nabi Soleh
as. dalam surat Hud ayat 61;
- Nabi
Syu’aib as. dalam surat Hud ayat 84;
- Nabi Adam
as. dalam surat Ali ‘Imran ayat 33;
- Nabi Idris
as. Dan Nabi Zulkifli as. dalam surat Al-Anbiya’ ayat 85;
- Dan Nabi
Muhammad saw. Dalam surat Al-Fath ayat 29.
Jika nama-nama Nabi dan Rasul diurutkan secara kronologis adalah
sebagai berikut :[133]
- Adam as.
- Idris as.
- Nuh as.
- Hud as.
- Shaleh as.
- Ibrahim
as.
- Isma’il
as.
- Ishaq as.
- Ya’qub as.
- Yusuf as.
- Luth as.
- Ayyub as.
- Syu’aib
as.
- Musa as.
- Harun as.
- Zulkifli
as.
- Daud as.
- Sulaiman
as.
- Ilyas as.
- Ilyasa as.
- Yunus as.
- Zakaria
as.
- Yahya as.
- Isa as.
- Muhammad
SAW.
Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam Al Quran pun tidak seluruhnya diceritakan
secara mendetail, karena Allah Swt. sendiri berfirman :
ولقد ارسلنا رسلا من قبلك منهم من قصصنا عليك ومنهم من لم نقصص
عليك… (المؤمن 78) [134]
Artinya : Dan sesungguhnya kami telah kami utus beberapa rasul sebelum
kamu, di antara mereka ada yang kami ceritakan kepadamu, dan di
antara mereka ada (pula) yang tidak kami ceritakan kepadamu.
Di antara nabi dan rasul-rasul di atas ada 5 orang yang disebut dengan
“ulul azmi” yakni Nabi Muhammad saw., Nabi Ibrahim as., Nabi Musa as., Nabi Isa
as., dan Nabi Nuh as.
Allah berfirman :
واذ اخذنا من النبين ميثقهم ومنك ومن نوح وابرهيم وموسى وعيسىابن مريم
واخذنا منهم ميثقا غليظا (الحزاب : 7) [135]
Artinya : Dan (ingatlah) ketika kami mengambil
perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan
Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh
(QS. Al-Ahzab : 7).
Disebut dengan ulul azmi karena kesabaran mereka dalam mengemban kewajiban
untuk menyampaikan risalah Allah Swt. kepada umatnya.Demikian keterangan Syeikh
Muhammad Nawawi dalam kitabnya Fathu al Majid.[136]
Firman Allah :
فاصبر كما صبر اولوا العزم من الرسل… (ِالاحقاف : 35) [137]
Artinya : Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai
keteguhan hati dari rasul-rasul.
Allah memberikan para nabi dan rasul mukjizat atau kejadian luar biasa
untuk membuktikan kebenaran risalah yang mereka bawa. Namun ada empat orang
Nabi yang juga menerima kitab dari dari Allah yakni : kitab Taurat untuk
nabi Musa as., Zabur untuk nabi Daud as., Injil untuk nabi Isa as. dan Al quran
kepada Nabi Muhammad saw sebagai penutup para nabi dan rasul.
Sebagai contoh Nabi Ibrahim yang tidak terbakar oleh api, tongkat Nabi Musa
yang bisa berubah menjadi ular dan dapat pula membelah lautan, Nabi Isa yang
dapat menghidupkan orang yang sudah mati, namun Nabi Muhammad selain dibekali
dengan mukjizat hissiyah (inderawi) juga dibekali dengan mukjizat abadi yakni
Al Quran. Semua mukjizat yang ditunjukkan para nabi merupakan pertolongan Allah
sebagai bukti kenabian serta menolong mereka dari situasi-situasi tertentu yang
mereka alami.[138]
Berikut ini adalah beberapa keistimewaan atau mukjizat beberapa nabi :
|
Nama Nabi
|
Mukjizat
|
Sumber
|
|
Muhammad saw.
|
Al Quran sebagai mukjizat terbesar yang akan abadi
sepanjang zaman.
Mengeluarkan air dari sela-sela jarinya
|
QS. Al Hijr ayat 9.
|
|
Isa as.
|
Menghidupkan orang mati;
Membuat burung dari segumpal tanah liat
Menyembuhkan orang buta sejak lahir; mengetahui apa yang dimakan dan
disimpan oleh orang lain; dan lain sebagainya.
|
Salah satu sumbernya dapat dibaca di surat Ali
‘Imran ayat 49
|
|
Ibrahim as.
|
Tidak mati dibakar api
|
Surat al Anbiya’ ayat 68-69
|
|
Daud as.
|
Membuat baju besi untuk perang.
|
Surat al Anbiya’ ayat 80.
|
|
Sulaiman as.
|
Menguasai angin, jin, dan dapat berbicara dengan
binatang.
|
Surat al Anbiya’ ayat 82, juga dalam surat an Naml
ayat 17.
|
|
Yunus as.
|
Di dalam perut ikan paus
|
Surat al Anbiya’ ayat 87.
|
|
Nuh as.
|
Membuat bahtera raksasa
|
Surat Hud ayat 37-41
|
|
Shaleh as.
|
Membuat unta betina dari ukiran batu gunung.
|
Surat Hud ayat 63-64
|
|
Yusuf as.
|
Menafsirkan mimpi
|
Surat Yusuf ayat 36-41, 43-49
|
|
Musa as.
|
Tongkatnya berubah menjadi ular dan dapat membelah
lautan, tangannya dapat bercahaya seperti mentari.,.
|
Surat al A’raf ayat 106-108, dan ada juga dalam
surat Thaha ayat 19-22.
|
Para nabi dan rasul ini diutus untuk kaum dan bangsa masing-masing seperti
Nabi Hud as. dikirim untuk kaum ‘Ad, Nabi Sholeh kepada kaum Tsamud, Nabi
Syu’aib kepada kaum Madyan. Namun Nabi Muhammad diutus untuk seluruh umat
tidak hanya untuk kaum Arab saja di mana Nabi Muhammad Lahir dan dibesarkan.Hal
ini ditunjukkan dengan firman Allah Swt.
ماكان محمد ابا احد من رجالكم ولكن رسول الله وخاتم النبين وكان الله
بكل شيء عليما( الاحزاب : 40) [139]
Artinya : Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang
laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi. Dan
adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Sebagai seorang manusia pilihan Allah Swt.
tentulah harus memiliki sifat-sifat yang mendukung agar terlaksananya tugas
kenabian dan kerasulan. Sehingga nabi dan rasul pun memiliki sifat yang harus
ada dalam dirinya (sifat wajib), serta sifat yang tidak mungkin dimiliki
(sifat mustahil), dan sifat yang boleh dimiliki nya (sifat jaiz).
Seseorang yang akan membawa risalah untuk masyarakat yang membutuhkan
bimbingan karena kehidupan mereka sudah sangat jauh menyimpang dari fitrah
kemanusiaan memerlukan prasyarat kepribadian, oleh Abu Bakar Al-Jazairy
sebagaimana dikutip Yunahar Ilyas disebut “Muahalat An Nubuwah”, yakni ada tiga
hal inti :
- a.
Al-Mitsaliyah atau keteladanan, sehingga Allah akan mempersiapkan hamba-Nya yang
akan ia jadikan pembawa risalah sejak kecil, kehidupan calon Nabi akan
selalu dipelihara dan dijaga oleh Robbul ‘Izzati.
- b.
Syaraf An-Nasab yakni berasal dari keturunan yang mulia. Mulia
maksudnya memiliki akhlak dan perilaku yang baik, serta dihormati oleh
kaumnya.
- c.
‘Amil Az-Zaman maksudnya dibutuhkan oleh zaman, bahwa
kehadirannya memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang menyimpang agar
kembali kepada fitrah penciptaannya.[140]
Sifat yang wajib bagi rasul ada empat :
- a.
As-Shidqu. Yakni berkata benar dalam keadaan bagaimanapun.
- b.
Al-Amanah, Seorang rasul akan selalu menjaga dan melaksanakan amanah yang telah
ia terima, kapan dan di manapun.
- c.
At-Tabligh, risalah aatau wahyu yang disampaikan Allah pasti akan disampaikan
tanpa ada yang disembunyikan.
- d.
Al-Fathanah, rasul adalah seseorang yang dapat menyelesaikan masalah yang paling
sulit tanpa harus meninggalkan kejujuran dan kebenaran, karena memiliki
kecerdasan yang tinggi, pikiran yang jernih, penuh kearifan, dan
kebijaksanaan.[141]
Sifat mustahil bagi rasul juga ada empat :
- a.
al-Kadzib artinya berdusta.
- b.
al-Khianat artinya khianat atau mengingkari.
- c.
al-Kitman maksudnya menyembunyikan risalah Allah Swt.
- d.
al-Baladah artinya bodoh atau dungu.[142]
Sifat-sifat mustahil merupakan sifat-sifat yang tidak mungkin ada dalam
diri seorang nabi atau rasul, karena jika ada tugas kenabian tidak mungkin
dapat dilaksanakan.
Nabi dan rasul adalah manusia biasa, tentu
juga memiliki fitrah seorang manusia. Oleh sebab itu boleh ada dalam diri nabi
dan rasul sifat-sifat kemanusiaan yang sifat-sifat tersebut tidak akan
mengurangi derajatnya yang tinggi, yakni sebagai utusan Allah Yang Maha Tinggi.
Seperti makan, minum, ingin menikah adalah sifat-sifat fitrah seorang manusia
yang tidak akan mengurangi derajat kemanusiaan, inilah yang dimaksud sifat
Jaiz bagi rasul.[143]
Beriman kepada seluruh rasul wajib bagi seorang muslim, baik rasul yang
disebutkan (dalam Al Quran dan Sunnah) kisahnya maupun tidak. Semua rasul
membawa satu risalah yakni Tauhid, “Tidak ada Tuhan yang disembah kecuali Allah
Swt.”. Muslim sejati harus mengimani pula bahwa Nabi Muhammad saw. Adalah nabi
terakhir. Tidak ada lagi nabi setelah Muhammad saw. Walaupun mempercayai
seluruh nabi tanpa terkecuali, namun syari’at yang wajib diikuti adalah
syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., karena syari’at nabi-nabi
terdahulu hanyalah untuk umat mereka masing-masing, kecuali yang disyaria’tkan
kembali oleh Muhammad saw. Syari’at Nabi Muhammad saw. adalah untuk seluruh
umat manusia sampai hari kiamat nanti. Rasul bersabda :
لايؤمن احدكم حتى اكون احب اليه من والده وولده والناس اجمعين (متفق عليه )
Artinya : Tidak beriman salah seorang di antara kamu sebelum aku
(Muhammad) lebih dia cintai dari pada orang tuanya, anak-anaknya serta manusia
lain keseluruhannya (Hadits Muttafaqun’ alaihi).[144]
Mencintai hanya dapat dilakukan ketika
seseorang sudah kenal dengan baik orang yang akan ia cintai. Allah juga
berfirman :
قل ان كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفرلكم ذنوبكم
والله غفور رحيم (ال عمران : 31) [145]
Artinya : Katakanlah :” Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Mengikuti Nabi salah satu caranya dapat diketahui dengan belajar tentang
Nabi siapa Nabi Muhammad saw. pribadinya, keluarganya, perjuangannya sampai
kepada syari’at yang dibawanya. Membaca adalah salah cara untuk membuka wawasan
dan ilmu pengetahuan tentang Nabi Muhammad saw., tentang agama Islam. Sehingga
dalam skripsi yang singkat ini penyusun memang tidak akan menuliskan tentang
sejarah Nabi Muhammad, meskipun itu termasuk kedalam materi dalam skripsi ini,
karena lebih banyak buku tentang nabi Muhammad saw. yang lebih layak dan valid,
dibandingkan jika dimasukkan ke dalam salah satu unsur skripsi yang pendek dan
singkat ini.
3. Ruhaniyat.
Pada masalah ruhaniyat ini yang menjadi materi pendidikan tauhid dalam
keluarga ialah malaikat, Jin, Iblis dan syaitan, serta ruh. Agar sejak dini
anak mempercayai adanya makhluk lain yang harus diyakini keberadaanya, namun
hanya sebatas percaya akan adanya, tanpa perlu ada rasa takut dan khawatir, karena
hanya Allah yang mampu mendatangkan kemanfaatan dan kemudaratan.
Makhluk secara garis besar dibagi dua yakni : pertama ghaib
(al-ghaib) yakni yang tidak bisa dijangkau oleh salah satu pancaindera
manusia. Kedua nyata (as-syahadah) yakni makhluk yang dapat dijangkau oleh
salah satu pancaindera manusia. Mempercayai keberadaan makhluk ghaib dapat
ditempuh dengan dua cara. Pertama melalui informasi yang disampaikan Al quran
dan Sunnah.Kedua melalui bukti-bukti nyata yang ada di alam semesta.[146]
a. Malaikat
Malaikat adalah makhluk Allah yang diciptakan-Nya dari cahaya yang memiliki
wujud dan sifat-sifat tertentu.Tidak ada penjelasan kapan malaikat diciptakan,
tapi yag pasti ia diciptakan sebelum diciptakannya manusia pertama yakni Nabi
Adam as.Hal ini dibuktikan dengan firman Allah :
واذ قال ربك للملئكة اني جاعل في الارض خليفة… (البقرة : 30) [147]
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat :”
Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Malaikat merupakan makhluk ciptaan Allah yang tidak memiliki nafsu. Oleh
sebab itu mereka tidak makan, minum, menikah, serta keinginan-keinginan lain
seperti yang dimiliki manusia. Mereka juga bukan laki-laki, bukan perempuan dan
bukan pula banci. Malaikat adalah salah satu makhluk ghaib karena ia tidak
dapat dijangkau oleh salah satu pancaindera manusia, kecuali malaikat tersebut
menampilkan diri dalam bentuk tertentu, seperti bentuk manusia.
Contohnya ialah ketika salah satu malaikat diutus Allah untuk menjumpai
hamba Allah yang bernama Maryam, malaikat tersebut menyerupai bentuk seorang
manusia (QS. Maryam 17).
فاتخذ ت من دونهم حجابا فأرسلنا اليها روحنا فتمثل لها بشرا سويا
(سورة مريم :17)[148]
Artinya : Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginua) dari mereka, lalu
Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk)
manusia yang sempurna.
Malaikat jumlahnya sangat banyak, namun tidak bisa diperkirakan karena
tidak ada disebutkan dalam Al Quran dan Sunnah. Mereka memiliki perbedaan
tingkatan, tugas, pangkat dan kedudukan. Ada yang memiliki sayap dua, tiga dan
empat sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat al Fathir ayat 1.
…جاعل الملئكة رسلا اولي اجنحة مثنى وثلث وربع…(سورة فاطر : 1)[149]
Artinya : …Yang menjadi malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus
berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga
dan empat.
kita tidak perlu mengkaji lebih jauh tentang wujud malaikat, karena ia
adalah makhluk immaterial, hanya Allah-lah yang mengetahui hakekatnya.[150]
Hanya ada sepuluh malaikat yang nama dan tugasnya didapatkan dalam Al Quran
dan Sunnah , mereka adalah :
1) Malaikat Jibril, disebut juga Ruh Al-Qudus, Ar-Ruh Al-Amin,
dan An-Namus. Tugasnya adalah menyampaikan wahyu kepada para nabi dan rasul.
2) Malaikat Mikail tugasnya adalah melepaskan angin, menurunkan
hujan, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan
alam.
3) Malaikat Israfil, meniup terompet di hari kiamat dan hari
berbangkit adalah tugasnya.
4) Malaikat Maut, mencabut nyawa manusia dan makhluk hidup
merupakan tugasnya.
5) Malaikat Raqib;
6) Malaikat Atid, tugasnya sama dengan malaikat Raqib yakni
mencatat amal perbuatan manusia.
7) Malaikat Ridwan, memimpin para malaikat pelayan surga dan
juga bertugas menjaga surga.
8) Malaikat Munkar;
9) Malaikat nakir, bersama-sama malaikat Munkar tugasnya adalah
menanyai mayat dalam kubur tentang siapa tuhannya, apa agamanya, serta siapa
nabinya.
10)Malaikat Malik, bersama-sama para malaikat lain menyiksa penghuni neraka
dan menjaga neraka.[151]
Demikianlah nama-nama dan tugas malaikat yang ada dalam nash Al Quran dan
Hadis. Meskipun Allah menciptakan malaikat, sama sekali ia tidak membutuhkan
bantuan mereka dalam mengelola alam semesta ini. Jika manusia mau beramal dan
beribadah mendekatkan diri kepada Allah manusia akan menjadi lebih mulia dari
pada malaikat. Wallahu a’lam. Maha Suci Allah, tidak ada tuhan selain Allah
dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
b. Jin
Al Jin bermakna tersembunyi dari pandangan manusia, janna asal
katanya. Sedangkan akar kata janna antara alain junnah yang
berarti perisai. Dinamakan demikian karena melindungi kepala prajurit yang
memakainya.[152] Kata yang
digunakan Al Quran dan orang Arab dahulu sering menggunakan kata jiniy
yakni makhluk berakal yang tersembunyi dari pandangan manusia, yang hidup
bersama-sama. [153]Namun demikian
kita wajib mempercayai adanya mereka, meskipun kita tidak dapat melihatnya.
Karena hal ini sudah diberitahukan Allah swt. dalam firman-Nya :
…انه يركم هو وقبيله من حيث لاترونهم… (الاعراف : 27) [154]
Artinya : Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari
suatu tempat yang kamu tidak dapat melihat mereka.
Jin diciptakan sebelum manusia diciptakan Allah dengan bahan dari api, hal
ini dapat dilihat dalam surat al-Hijr ayat 26-27 :
ولقد خلقنا الانسان من صلصال من حماء مسنون. والجان خلقنه من قبل
من نار السموم (الحجر : 26-27)[155]
Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah
liat kering (yang berasal ) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami
telah menciptakan jin sebelum (adam) dari api yang sangat panas.
Meskipun diciptakan dari bahan yang berbeda tapi dihadpan Allah memiliki
tugas dan tanggung jawab yang sama yakni beribadah menyembah Allah Swt. :
وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون (الذاريات : 56)[156]
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku.
Sehingga jin dan manusia sama-sama mukallaf yakni dibebani hukum-hukum
Allah Swt. Tidak berbeda dengan manusia, jin sebagian ada yang beriman dan
sekelompok yang lain ingkar atau tidak beriman kepada Allah :
وانا منا الصلحون ومنا دون ذلك كنا طرائق قددا (الجن : 11)[157]
Artinya : Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang yang saleh
dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh
jalan yang berbeda-beda.
Maka oleh sebab itu yang bertakwa akan mendapatkan surga dan yang ingkar,
serta berdosa akan masuk ke dalam neraka jahanam, meskipun jin diciptakan dari
api, tidak sama dengan api neraka jahanam, siapapun yang durhaka kepada Allah
maka akan memperoleh balasannya baik manusia maupun jin :
قال ادخلوا في امم قد خلت من قبلكم من الجن والانس في النار…
(الاعراف : 38) [158]
Artinya : Allah berfirman : “ Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka
bersama-sama uamt-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu.
Sehingga sangat menyalahi tauhid jika manusia minta pertolongan kepada jin
dan juga sebaliknya, karena sesama makhluk Allah yang diciptakan dengan maksud
dan tujuan yang sama, meskipun hidup di alam yang berbeda. Namun Allah
mencipatakan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, sehingga nabi dan rasul
diangkat dari golongan manusia, yang wajib diikuti baik oleh manusia maupun
jin.
Marilah kita selalu menjaga ketauhidan dengan menjadikan makhluk-makhluk
ciptaan Allah untuk menambah nilai ketauhidan. Sehingga sangat tidak pantas
jika kita takut dan khawatir terhadap yang selain Allah Swt. Kita
beribadah dan minta tolong hanya kepada-Nya (al Fatihah :5), berlindung dari
kejahatan makhluk-Nya (al Falaq : 2) baik kejahatan yang ditimbulkan oleh jin
dan manusia (an Naas :6).
c. Iblis dan Syaitan
Allah berfirman :
واذ قلنا للملئكة اسجدوا لادام فسجدوا الا ابليس ابى واستكبر وكان
من الكافرين (البقرة : 34)[159]
Artinya : Dan (ingatlah ) ketika Kami berfirman kepada para malaikat
:”Sujudlah kamu kepada Adam”. Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan
takabbur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir(al Baqarah :
34).
Perintah “Sujud “ dalam ayat adalah sebagai penghargaan dan penghormatan
untuk memuliakan Adam, bukan sujud memperhambakan diri, karena itu hanyalah
milik Allah Swt.[160]Iblis yang
merasa dirinya lebih mulia karena diciptakan dari api serta menganggap rendah
Adam karena diciptakan dari tanah yang hitam enggan dan tidak mau menghormati
Adam.
Sebagian ahli bahasa mengatakan bahwa asal kata Iblis dari kata ablasa
artinya putus asa, sehingga dinamakan Iblis karena ia berputus asa dari rahmat
Allah. Demikian penjelasan Sayid Sabiq yang dikutip Yunahar Ilyas.[161] Sedangkan
Syaitan berasal dari kata Syatana yang artinya menjauh, maka
Syaitan ialah menjauh dari kebenaran.[162]
Nenek moyang syaitan adalah Iblis, mereka akan menggoda umat manusia dari
jalan Allah Swt.[163] Hal yang
serupa juga dijelaskan oleh Muhammad Isa Dawud, bahwa Iblis adalah nenek moyang
Syaitan bukan nenek moyang jin, tidak semua jin itu syaitan.[164]
Setelah Iblis tidak mau sujud kepada Adam, lantas Allah murka dan
mengutuknya, Iblis bertekad akan menggoda manusia dan menghalangi-halangi umat
manusia dari jalan Allah yang lurus. Oleh karena itu, Iblis meminta kepada
Allah agar kematiannya ditangguhkan sampai hari pembangkitan, permintaan Iblis
dikabulkan Allah Swt. maka jadilah Iblis termasuk mereka yang kematiannya
ditangguhkan Allah Swt. (al A’raf : 11-16).
Iblis dan syaitan menggunakan dua cara untuk dapat menguasai dan membuat
manusia lupa akan perintah Allah Swt., yakni dengan cara tadhil
atau menyesatkan dan takhwif atau menakut-nakuti.Untuk
cara yang pertama (tadhil / menyesatkan ) syaitan mempunyai delapan langkah
antara lain : waswasah (bisikan); nisyan (lupa), tamani
(angan-angan kosong), tazyin (memandang baik perbuatan maksiat), wa’dun
(janji palsu), kaidun (tipu daya), shaddun (hambatan), ‘adawah
(permusuhan). Sedang cara kedua digunakan jika cara yang pertama belum
berhasil, maka langkah syaitan selanjutnya ialah dengan menakut-nakuti manusia,
di antara rasa takut yang dibuat-buat syaitan adalah takut untuk menegakkan
kebenaran, takut amar ma’ruf nahi munkar, takut menegakkan hukum Allah dan lain
sebagainya.Sehingga jika langkah ini berhasil, maka akan lahir
generasi-generasi yang gemar menyembunyikan kebenaran (kitman).
Tidak hanya syaitan yang melakukan cara-cara serta langkah-langkah tersebut,
tetapi juga oleh para manusia yang mengikuti jejak dan langkah-langkah Iblis
dan syaitan : “ Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh,
yaitu Syaitan-syaitan dari jenis manusia dan jenis jin (QS. Al An’am : 112).[165]
وكذلك جعلنا لكل نبي عدوا شيطين الانس والجن (سورة الأنعام : 112)[166]
Yunahar Ilyas menuliskan bahwa ada beberapa cara untuk melawan syaitan yang
dapat kita lakukan :
1) Masuk Islam secara utuh (kaffah) yakni berusaha melaksanakan
perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.
2) Menjadikan syaitan sebagai musuh utama dan memperlakukannya
sebagai musuh.
3) Rasulullah mengajarkan beberapa hal yang dapat dilakukan,
beberapa hal praktis tersebut ialah :
a) membaca al-Istiadzah yakni bacaan اعوذ بالله من الشيطان الرجيم,
artinya : “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan syaitan yang terkutuk”.
b) Membaca surat Al-falaq dan An-Nas.
c) Membaca ayat kursi.
d) Membaca dzikir sebanyak 100 kali setiap hari.
e) Mengingat Allah Swt.
f) Berwudhu ketika sedang marah[167].
Memohon perlindungan kepada Allah Swt. sudah cukup untuk memelihara diri
dari gangguan syaitan, namun permohonan itu haruslah dilakukan dengan
sungguh-sungguh dan penuh keyakinan. Karena Allah merupakan sandaran yang Maha
kuat.
Rasulullah saw. telah memberikan contoh kepada kita, agar kita berdoa sebelum
melakukan semua aktivitas sehari-hari apapun dan di manapun, keika di dalam
rumah ataupun di luar rumah. Agar diri kita selamat dari gangguan makhluk-Nya
dan ahar aktivitas kita mendapat ridho dari Allah dan dihitung sebagai
“ibadah”. Doa merupakan salah satu bentuk dzikir untuk mendekatkan diri kepada
Allah, karena itu dzikir merupakan benteng yang paling kuat yang tidak akan
bisa ditembus oleh jin dan syaitan.
4. Sam’iyyat
Untuk mendukung ketauhidan materi tentang sam’iyat juga sangat diperlukan,
sehingga masalah-masalah yang berada di luar pengalaman manusia haruslah
berdasarkan sumber naqli yakni berdasarkan kepada Al Quran dan Al Hadits.
Seperti masalah hidup setelah hidup di dunia ini yakni alam barzakh, surga dan
neraka, kiamat dan lain sebagainya. Namun pendidikan tauhid dalam keluarga
sebagai langkah awal dalam pendidikan anak sebelum anak menempuh pendidikan
formal. Maka masalah adanya kehidupan setelah mati perlu ditanamkan kedalam
diri anak. Bahwasanya ada balasan untuk setiap amal perbuatan yang dilakukan
setiap manusia, tidak ada seorang pun yang dapat lari dari tanggung jawab
amal perbuatannya ketiaka hidup di dunia ini. Bagi yang baik ada surga yang
berhiaskan kenikmatan dan limpahan karunia ridho Allah, dan ada neraka yang
penuh dengan siksaan dan kemurkaan Allah untuk pada pendosa.
Allah berfirman :
كيف تكفرون بالله وكنتم امواتا فاحيكم ثم يميتكم ثم يحييكم ثم اليه ترجعون
(البقرة : 28)[168]
Artinya : Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu
tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan
dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Tidaklah sulit bagi Allah untuk menghidupkan lagi manusia yang pernah
hidup, meskipun telah menjadi tulang-belulang yang hancur, ingatlah kekuasaan
Allah yang telah menciptakan manusia dari ketidaan sebagai awal (QS. Yaa sin
78-79).
وضرب لنا مثلا ونسي خلقه قال من يحي العظام وهي وميم {78}
قل يحييها الذي انشأها اول مرة …{79} (سورة يس : 78-79)[169]
Artinya : Dan Dia membuat perumpamaan bagi kami; dan dia lupa kepada
kejadiannya; ia berkata : “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang,
yang telah hancur luluh (68) Katakanlah :” Ia akan dihidupkan oelh Tuhan yang
menciptakannya kali yang pertama…(79).
Pada hari yang pasti akan datang, manusia akan ditutup mulutnya
maka tangan-tangan, kali-kaki mereka kan bersaksi atas semua yang amal
perbuatan mereka (QS. Yaa sin : 65).
Bahwa kiamat pasti akan datang, ketika itu manusia akan beterbangan seperti
debu-debu, gunung-gunung akan dihamburkan seperti bulu-bulu, dan bagi siapa
yang berat timbangan kebaikannya maka akan mendapatkan kehidupan yang
memuaskan, tetapi jika ringan timbangan kebaikannya maka akan dimasukkan ke
dalam neraka hawiyah, yakni neraka yang apinya sangat panas (QS Al Qori’ah :
3-11). Pasti manusia akan bertanya kapan kiamat akan datang, Hanya Allah-lah
yang mengetahui karena ilmu tentang kiamat hanya milik Allah, mungkin saja
kiamat sudah sangat dekat (QS. Al Ahzab : 63).
يسئلك الناس عن الساعة قل انما علمها عند الله وما يدريك لعل الساعة تكون
قريبا (سورة : الاحزاب : 63)[170]
Kepada Allah-lah ketentuan tentang kapan kiamat itu akan datang (QS.
An Nazi’at : 44).
الى ربك منتهها (النازعات : 44)[171]
Oleh sebab itu manusia harus waspada dalam setiap aktivitas dan amal
perbuatannya karena ada yang selalu mengawasi dan mencatat semuanya (Al
Infithaar : 10-11). Sehingga jika seorang anak manusia merasakan hidupnya
berada dalam penglihatan dan pengawasan Allah niscaya seluruh amal perbuatannya
akan selalu baik dan terpelihara dengan tututan Al Quran da Al Hadits, bahwa
ada kehidupan lagi setelah kehidupan dunia yang sementara, keyakinan akan
adanya kehidupan yang abadi setelah kehidupan dunia akan memotivasi manusia
untuk melakukan amal perbuatan yang dapat membawa kebahagiaan untuk kehidupan
abadi tersebut.
Karena amal sekecil apapun pasti akan memperoleh balasannya, jika baik maka
balasan Allah akan lebih baik lagi, namun jika jelek pasti juga akan dibalas
dengan balasan yang setimpal meskipun sebesar dzarrah (QS. Az Zalzalah
:7-8).
Oleh sebab itu semua masalah yang berkaitan dengan kehidupan setelah mati,
surga neraka, kiamat, haruslah dilihat sumbernya di dalam Al Quran dan Sunnah,
bukan melalui mitos, cerita dari mulut ke mulut yang tidak jelas sumbernya yang
hanya akan membawa manusia kepada kesesatan dari jalan Allah jalan Al Quran dan
Sunnah Nabi Muhammad saw.
B. Metode Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga
Metode mempunyai peran yang sangat penting dalam sebuah proses pendidikan
Islam. Karena seni dalam mentransfer ilmu pengetahuan sebagai materi pengajaran
dari pendidik kepada peserta didik adalah melalui sebuah metode. Ada
sebuah adigum yang berbunyi :
الطريقة اهم من المادة
Bahwa metode itu lebih penting daripada materi. Merupakan sebuah realita
bahwa metode penyampaian yang komunikatif akan lebih disenangi meskipun materi
yang disampaikan biasa-biasa saja, jika dibandingkan dengan materi yang menarik
tetapi metode yang disampaikan dengan tidak menarik maka materi tersebut tidak
dapat diterima dengan baik pula oleh peserta didik. Sehingga penggunaan metode
yang tepat sangat mempengaruhi keberhasilan dalam proses mendidik.[172]
Metode berasal dari bahasa Greek atau Yunani “metodos” , selanjutnya
kata ini terdiri dari dua suku kata yakni “meta” yang artinya melalui
atau melewati dan “hodos” yang memiliki makna jalan atau cara. Sehingga
metode adalah jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.[173]
Para ahli pendidikan Islam lebih sering menggunakan kata الطريقة atau
الطرق sebagai bentuk jamaknya. Memiliki makna yang sama dengan
metode yakni jalan atau cara yang harus ditempuh. Metode merupakan hubungan
sebab akibat dengan tujuan pendidikan, sehingga tidak dapat diabaikan. Karena
rasul sudah memberikan isyarat dalam salah satu haditsnya :
لكل شيئ طريق وطريقة الجنة العلم (رواه الديلمي)
Artinya : Bagi segala sesuatu itu ada caranya (metodenya) dan metode
masuk surga adalah ilmu (HR. Dailami).[174]
Demikian pula dalam menyampaikan pendidikan tauhid dalam keluarga harus
pula menggunakan metode atau cara yang dapat dilakukan oleh para orang tua, dan
dapat dengan mudah dikondisikan dalam lingkungan keluarga. Sehingga suasana dan
lingkungan keluarga yang kondusif akan lebih membantu cara dan tehnik
penyampaian pendidikan tauhid bagi anak-anak.
Maka yang dimaksud metode pendidikan tauhid dalam keluarga adalah cara yang
dapat ditempuh dalam memudahkan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga.
Metode-metode yang digunakan untuk pendidikan tauhid dalam keluarga antara lain
:
- 1.
Kalimat tauhid
Dikatakan bahwa bayi yang baru lahir pendengarannya sudah berfungsi,
sehingga ia akan langsung mengadakan reaksi terhadap suara. Telinga akan segera
berfungsi segera setelah ia lahir,meskipun ada perbedaan antara bayi yang satu
dengan yang lain. Lebih jauh lagi Wertheimer dapat membuktikan bahwa bayi juga
akan memalingkan pandangannya ke arah suara yang ia dengar, setelah 10 menit ia
dilahirkan. Gerakan ini disebut sebagai reaksi orientasi. Fungsi auditif bayi
akan bereaksi terhadap irama dan lama waktu berlangsungnya.[175]
Maka sangat benarlah metode pendidikan yang diajarkan Rasulullah saw. untuk
mengumandangkan adzan dan iqomat kepada bayi yang baru lahir. Adzan dan iqomat
merupakan panggilan bagi seorang muslim untuk shalat sujud beribadah mengakui
keesaan Allah, bertauhid bahwa Bersaksi Tidak Ada Tuhan Selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah SWT.
Sehingga suara yang didengar oleh sang bayi adalah suara ketauhidan,
telinganya yang akan bereaksi terhadap suara yang berirama, sehingga lembut dan
merdunya kumandang adzan dan iqomah dapat dijadikan awal pendidikan untuknya.
Inilah metode awal bagi orang tua untuk menanamkan ketauhidan kepada anaknya
dengan kalimat yang sempurna kalimat Laa Ilaaha Illallah yang terdapat pada
rangkaian adzan dan iqomat.
Sunnah Muakkad hukumnya untuk mengumandangkan azan dan iqomat kepada bayi
yang baru lahir. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Hasan bin Ali r.a.
mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “ Bagi setiap anak yang dilahirkan
hendaknya diserukan suara adzan di telinga kanan dan iqomat di telinga kirinya.
Maka ia tidak akan terkena bahaya penyakit”.[176]
Ibnu Qoyyim mengatakan bahwa tidak dapat dipungkiri jika adzan dan iqomah
membawa pengaruh dan kesan dalam hati.[177]Mendidik anak
dengan kalimat tauhid, yang akan mengikat jiwanya dan akan berpengaruh bagi
perkembangan anak di masa yang akan datang. Sehingga diharapkan kepada setiap
orang tua tidak melupakan metode ini ketika anak-anak mereka lahir.
- 2.
Keteladanan
Al Quran sebagai sumber pendidikan Islam, juga pendidikan tauhid dalam
keluarga telah memberikan statemen tentang keteladanan sebanyak tiga kali yakni
dalam surat Al Mumtahanah ayat 4, ayat 6, dan surat Al Ahzab ayat 21.
Ibrahim dan Nabi Muhammad saw dijadikan sebagai profil keteladanan.[178]Keteladanan
merupakan sesuatu yang patut untuk ditiru atau dijadikan contoh teladan dalam
berbuat, bersikap dan berkepribadian.
Dalam bahasa Arab “keteladanan” berasal dari kata “uswah” yang
berarti pengobatan dan perbaikan. Menurut Al Ashfahani al uswah dan al
iswah sama dengan kata al qudwah dan al qidwah merupakan
sesuatu yang keadaan jika seseoarng mengikuti orang lain, berupa kebaikannya,
kejelekannya, atau kemurtadannya. Pendapat ini senada dengan pendapat Ibn
Zakaria.[179]
Namun dari ketiga ayat yang dijadikan sumber teori awal tentang
keteladanan, al uswah selalu bergandengan dengan kata hasanah.
Sehingga keteladanan yang dijadikan contoh ialah dalam hal kebaikan. Jika kita
melihat sejarah, maka salah satu sebab utama keberhasilan dakwah Nabi Ibrahim
dan Nabi Muhammad saw. adalah ketedanan mereka dalam memberikan pelajaran
langsung kepada umatnya. Perkataan dan perbuatan selalu beriringan, bahkan Nabi
Muhammad saw. lebih dahulu melakukan suatu perintah sebelum perintah tersebut
ia sampaikan kepada kaum muslimin.
Di era yang modern ini, metode keteladanan masih sangat diperlukan dalam
dunia pendidikan, terlebih lagi pendidikan dalam keluarga. Keteladanan akan
memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi tercapainya tujuan pendidikan
dalam keluarga, begitu pula dalam hal pendidikan tauhid. Orang tua merupakan
contoh tauladan utama sebagai panutan bagi anak-anaknya, memegang teguh
ketauhidan dan menjaganya, serta mengamalkan nilai-nilai ketauhidan dalam
keluarga.
Allah telah berfirman :
اتأمرون الناس بالبر وتنسون انفسكم وانتم تتلون الكتب افلا تعقلون
(البقرة : 44)[180]
Artinya : Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang
kamu melupakkan diri (kewajiban) sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab
(Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir (QS. Al Baqarah : 44).
Meskipun
demikian metode keteladanan memiliki kelebihan. Di antara kelebihan metode
keteladanan adalah :
- Anak akan
lebih mudah menerapkan ilmu yang telah diketahui.
- Orang tua
akan mudah mengevaluasi hasil belajar anaknya.
- Tujuan
pendidikan akan lebih terarah dan tercapai dengan baik.
- Akan
menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif.
- Terjalin
hubungan harmonis antara anak dengan orang tua.
- Orang tua
dapat menerapkan pengetahuannya kepada anak.
- Mendorong
orang tua agar selalu berbuat baik karena akan dicontoh oleh anak-anaknya.[181]
Uyainah bin Abi Sufyan pernah berpesan kepada guru yang mendidik anaknya
sebagai berikut:
“Hendaklah yang pertama-tama kamu lakukan di dalam memperbaiki anakku,
adalah perbaiki dulu dirimu sendiri. Karena sesungguhnya mata anak-anak itu
hanya tertuju kepadamu. Maka apa yang baik menurut mereka adalah apa yang kamu
perbuat, dan apa yang jelek menurut mereka adalah apa yang kamu tinggalkan”.[182]
Pendidikan praktis menunjukkan bukti bahwa anak secara psikologis cenderung
meneladani orang tuanya, karena adanya dorongan naluriah untuk meniru. Kualitas
agama anak serta ketauhidannya sangat tergantung kepada orang yang terdekat
dengan mereka yakni orang tua. Kepribadian anak akan terbentuk dan terpola dari
teladan yang ia tiru sejak awal kehidupannya dalam keluarga. Islam telah
memberikan contoh kepada para orang tua kepada sosok bernama Lukman Al Hakim,
yang mengajarkan bagaimana seharusnya seorang ayah menuntun dan menanamkan
ketauhidan kepada anak-anaknya, contoh ini tidak hanya melalui perintah tetapi
keteladanan Lukman Al Hakim sendiri sebagai orang tua.[183]
Orang tua merupakan sentral figur bagi anak dalam keluarga, sehingga jika
kita meminjam konsep yang ada dalam Quantum teaching disebutkan bahwa semuanya
berbicara, semua yang dilakukan orang tua, bahkan mimik wajahpun semunya
menyampaikan informasi bagi anak. Semuanya menjadi sumber anak untuk belajar,
sehingga jiwa ketauhidan harus selalu terpancar dari setiap wajah orang tua.
Kepribadian yang menunjukkan bahwa orang tua hanya takut dan tunduk kepada
Allah SWT, muncul dalam setiap aktivitas yang ada dalam keluarga. Metode
keteladanan merupakan satu tehnik pendidikan yang efektif dan sukses dalam pendidikan
Islam.
Anwar Jundi menpernah menuliskan dalam sebuah kitabnya, agar para otang tua
dan guru agar memberikan tauladan yang baik kepada anak-anak. Sebab melalui
cara ikut-ikutan dan menirulah anak kecil belajar, dibandingkan dengan
nasehat-nasehat dan petunjuk-petunjuk melalui lisan.[184]
Nashih Ulwan menegaskan bahwa keteladanan merupakan tiang penyangga dalam
meluruskan perilaku anak, juga sebagai dasar untuk meningkatkan kualitas anak
menuju pribadi yang mulia.[185]Sebenarnya
metode keteladanan ini tidak dapat dilepaskan dari metode pembiasaan sebagai
dua metode yang sinergis, insyaallah metode ini akan dijelaskan pada pembahasan
selanjutnya.
Salah tauladan dalam keluarga akan berakibat fatal, oleh sebab itu para
orang tua haruslah mempersiapkan diri mereka sebelum memiliki anak dengan
ketauhidan yang didukung dengan pengetahuan tentang tauhid yang melingkupi
materi dan ruang lingkupnya. Sehingga melalui tauladanisasi para orang tua
insyaallah akan melahirkan generasi-generasi muslim yang sejati dengan
kepribadian tauhid yang mantap.
Islam telah memberikan contoh kepada kita semua seorang figur yang memiliki
akhlak yang sempurna. Ketauhidan beliau sangat mantap, sehingga andaikata bulan
dan matahari diletakkan dipangkuannya ia tidak akan melepas ketauhidannya
kepada Allah SWT, ialah Nabi Muhammad saw. Sehingga bagi para orang tua tidak
hanya cukup menjadikan dirinya sebagi teladan anak-anaknya, namun juga harus
mengarahkan dirinya serta anak-anaknya untuk meneladani keteladanan Nabi
Muhammad SAW. dan para sahabat beliau yang memiliki kepribadian tauhid yang
mantap dan sudah terbukti.
- 3.
Pembiasaan.
Pembiasaan adalah proses untuk membuat orang menjadi biasa. Jika dikaitkan
dengan metode pendidikan Islam maka metode pembiasaan merupakan cara yang dapat
digunakan untuk membiasakan anak berpikir, bersikap dan berperilaku sesuai dengan
ajaran agama Islam. Metode ini sangat efektif untuk anak-anak, karena daya
rekam dan ingatan anak yang masih kuat sehingga pendidikan penanaman nilai
moral, terutama ketauhidan ke dalam jiwanya sangat efektif untuk
dilakukan. Potensi dasar yang dimiliki anak serta adanya potensi lingkungan
untuk membentuk dan mengembangkan potensi dasar tersebut melalui
pembiasan-pembiasan agar potensi dasar anak menuju kepada tujuan pendidikan
Islam, hal ini tentunya memerlukan proses serta waktu yang panjang.[186]
Kebiasaan seseorang, jika dilihat dari ilmu psikologi ternyata berkaitan
erat dengan orang yang ia jadikan figur dan panutan.[187]Nashih Ulwan
menjelaskan bahwa landasan awal dalam metode pembiasaan adalah “fitrah”
atau potensi yang dimiliki oleh setiap anak yang baru lahir, yang diistilahkan
oleh beliau dengan “keadaan suci dan bertauhid murni”. Sehingga dengan
pembiasaan diharapkan dapat berperan untuk menggiring anak kembali kepada
tauhid yang murni tersebut.[188]
Pendapat Imam Ghazali yang dikutip oleh Nashih Ulwan menjelaskan bahwa bayi
mempunyai hati yang bersih dan suci, ia merupakan amanat bagi para orang
tuanya. Oleh sebab itu hati yang bersih dan suci tersebut harus selalu
dibiasakan dengan kebiasaan yang baik, sehingga ia akan tumbuh dengan
kebiasaan-kebiasaan baik tersebut, Sehingga diharapkan kelak akan memperoleh
kebahagiaan dunia-akhirat.[189]
Ada beberapa syarat yang harus dilakukan untuk menerapkan metode pembiasan
ini antara lain :
- Proses
pembiasan dimulai sejak anak masih bayi, karena kemampuannya untuk
mengingat dan merekam sangat baik. Sehingga pengaruh lingkungan keluarga
secara langsung akan membentuk kepribadiannya. Baik ataupun buruk
kebiasannya akan muncul sesuai dengan kebiasan yang berlangsung di dalam
lingkungannya.
- Metode ini
harus dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus, teratur dan
terencana. Oleh sebab itu faktor pengawasan sangat menentukan. Dengan
demikian diharapkan pada akhirnya anak akan terbentuk dengan kebiasaan
yang utuh, permanen dan konsisten.
- Meningkatkan
pengawasan, serta melakukan teguran ketika anak melanggar kebiasaan yang
telah ditanamkan.
- Pembiasan
akan terus berproses, sehingga pada akhirnya anak melakukan semua
kebiasaan tanpa adanya dorongan orang tuanya baik ucapan maupun
pengawasan. Namun akan melakukannya karena dorongan dan keinginan dari
dalam dirinya sendiri.[190]
Dr. Ahmad Amin menulis dalam kitabnya “Kitabul Akhlak” beliau
mengatakan bahwa metode pembiasaan ini sangat penting karena seluruh aktivitas
manusia terbentuk karena latihan dan pembiasaan. Lebih jauh lagi menurut beliau
ada dua hal yang menyangkut kebiasaan baik dan buruk yakni :
- Faktor
interen dengan adanya minat, yakni dorongan yang berasal dari dalam diri
manusia yang cenderung untuk melakukan aktivitas tertentu.
- Faktor
eksteren yakni adanya usaha agar anak cenderung melakukan
kebiasaan-kebiasaan melalui latihan-latihan.[191]
Begitu pula dalam pendidikan tauhid dalam keluarga dapat dilakukan dengan
pembiasaan atau latihan-latihan agar nilai-nilai ketauhidan tertanam dalam diri
anak. Meskipun tidak dapat dipungkiri pendidikan tauhid sangat membutuhkan dan
berkaitan erat dengan materi-materi pendidikan lain seperti akhlak, fiqih, dan
sebagainya. Namun bagaimana seluruh materi pelajaran tersebut dapat mendukung
kepada pendidikan tauhid sebab tauhidlah sebagai dasar dari seluruh materi
tersebut.
Ketauhidan anak akan tumbuh melalui latihan-latihan dan pembiasaan yang
diterimanya. Biasanya konsepsi-konsepsi yang nyata, tentang Tuhan, malaikat, jin,
surga, neraka, bentuk dan gambarannya berdasarkan informasi yang pernah ia
dengar dan dilihatnya.[192]
Di antara pembiasan-pembiasan yang dapat dilakukan sebagai latihan untuk
menyampaikan materi-materi ketauhidan dalam keluarga ialah :
1) Latihan Kalimat Tauhid.
Metode ini berkaitan dengan metode pertama yakni kalimat tauhid,
perbedaannya adalah bahwa metode pertama hanyalah memperdengarkan kalimat
tauhid yang ada dalam rangkaian adzan dan iqomah kepada bayi yang baru lahir.
Selanjutnya didukung oleh keteladanan orang tua dengan selalu memperdengarkan
kalimat-kalimat tauhid kepada anak di setiap ada kesempatan dan waktu yang
cocok, sehingga anak tidak lagi asing mendengar kalimat tauhid meskipun anak
belum bisa mengucapkannya.
Setelah membuka pengetahuan pendengaran anak dengan kalimat tauhid maka
langkah selanjutnya ialah mengajak anak untuk mengucapkannya, manfaat lain
ialah sebagai pendidikan anak untuk mengenalkan kata-kata yang baik sebagai
awal alat untuk berkomunikasi. Karena bahasa merupakan kemampuan yang terus
berkembang seiring dengan informasi yang diperoleh sang bayi/anak.
Bayi memerlukan dorongan atau keinginan untuk berkomunikasi. Artinya anak
harus memiliki kemauan atau keinginan untuk berbicara. Ketika mengeluarkan
suara-suara ia merasa senang. Dari situ bayi akan merasakan bahwa berceloteh
itu sangat menyenangkan dan tentu saja ia ingin mengulanginya lagi.[193]
Melalui bahasalah anak-anak mengenal Tuhan, mulai umur 3 tahun dan 4 tahun
anak sering mempertanyakan tentang Tuhan. Kata-kata dan sikap orang tuanya
tentang Tuhan akan direkam dan mulai menarik perhatiannya. Kata Allah pada
awalnya tidak mempunyai arti, namun dari apa yang ia lhat dari orang tuanya
anak mulai memahami siapa Allah. Selanjutnya semakin banyak inforamsi yang ia
peroleh dari orang tuanya akan membentuk sikapnya tentang Tuhan.[194]
Mungkin awalnya bayi hanya bisa menangis dan kita mengucapkan kalimat Laa
Ilaha Illallah, ada apa sayang?, mungkin anak belum tahu apa maksudnya
namun anak sudah menangkap dan ingin mengucapkannya namun belum bisa, sehingga
kita perlu terus menerus mengulangi kata-kata tersebut. Kalimat-kalimat tauhid
kita rangkaian dengan teguran manis dan sapaan, sehingga
anak akan termotivasi untuk ikut mengucapkannya.
Ada beberapa prinsip kebaikan yang perlu diajarkan dan dibiasakan kepada
anak-anak oleh para orang tua yang ditawarkan oleh Nashih Ulwan. Urutan pertama
yang ditawarkannya ialah agar para orang tua mengajarkan dan melatih
anak-anaknya kalimat “Laa ilaaha illallah” (Tidak ada Tuhan selain Allah).
Sabda Rasul yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dari Ibnu Abbas yang maknanya agar
setiap anak diawali dengan kalimat tauhid “Laa Ilaaha Illallaah”.[195]
Kalau kalimat tauhid terus menerus dan berulang kali didengar maka anak
akan mencoba mengucapkannya meskipun belum sempurna pengucapannya dan mengerti
maknanya. Setelah anak cukup besar dan mampu mengucapkannya dengan sempurna,
maka tidak akan sulit lagi untuk mengajarkannya kepadanya tentang arti dan
maksudnya. Untuk membantu pemahaman anak dapat dibantu dengan fenomena dan
benda-benda yang ada disekitarnya yang langsung dilihat atau diperlihatkan.
Seperti bunga, langit, bintang, binatang-binatang, bahwa semuanya termasuk
dirinya adalah ciptaan Allah SWT. Dengan demikian akal pikirannya akan merekam
dan mulailah tertanam ketauhidan di dalam jiwanya bahwa semua yang ada
merupakan bukti akan keberadaan Allah.
2) Latihan Beribadah
Ibadah merupakan kebutuhan setiap muslim, sehingga dengan ibadah pun kita
dapat mendidik dan menanamkan ketauhidan anak. Secara umum seluruh kegiatan
yang bertujuan mencari ridho Allah adalah ibadah. Namun sebelum kita
memperkenalkan terlalu jauh akan apa itu ibadah, kita harus mengajarkan ibadah-ibadah
yang pokok dahulu kepada anak. Salah satu ibadah pokok yang kita lakukan adalah
shalat.
Melibatkan si kecil beribadah adalah sangat penting, kita harus mendidik
anak bahwa ketika datangnya waktu shalat, anak tidak boleh rewel, anak dapat
merasakan kegembiraan orang tuanya untuk menegakkan shalat. Mungkin anak akan
rewel ketika ditinggal orang tuanya shalat karena tidak ada yang
memperhatikannya, ia akan merasa dicuekin. Metode yang digunakan adalah ketika
orang tua berwudhu, anak juga dibasuh wajah, tangan, kakinya. Jika anak tidak
tidur maka anak dapat digendong ketika shalat, orang tua membaca dengan keras
agar anak mendengarnya. Kalau kita membiarkan si kecil menangis sendirian dan
kita cuek menunaikan shalat maka akan tertanam ketidak sukaan si kecil terhadap
suasana ketika datangnya waktu shalat, sebab ia akan sendirian dan dicuekin.[196]Oleh sebab itu
sangat baik mengajak anak ikut serta dalam shalat. Jika hal ini secara kontinyu
dilakukan maka anak akan tahu bahwa waktu shalat telah tiba dengan terdengarnya
suara adzan. Orang tua dapat mencoba menidurkan anak ketika hendak shalat,
tetapi jika anak tidak tidur, maka dengan berbasah basi untuk mengajak anak ikut
serta. Anak akan terbiasa bahwa ketika shalat wajah, tangan, dan kakinya akan
dibasuh meskipun ia belum tahu apa maksud dan tujuannya. Ibunya akan memakai
pakaian khusus.
Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan anak maka orang tua dapat
dengan mudah mengajarkan ibadah shalat dan wudhu karena anak telah terbiasa
dengan rutinitas shalat dan wudhu sejak ia kecil bersama orang tuanya. Orang
tua tinggal menyempurnakannya dengan gerakan, bacaan, maksud, dan tujuan dari
pada shalat. Juga tentunya mengajarkan wudhu pula yang sempurna. Jadi mendidik
anak bukan hanya dengan teori saja tetapi langsung anak dan orang tua
mempraktekkan aktivitas ibadah.
Setelah anak berusia tujuh tahun, merupakan kewajiban bagi orang tua
memerintahkan anaknya untuk menunaikan shalat. Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah :
مروا اولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم ابناء
عشرين سنين …(رواه الحاكم وابو داود )
Artinya : Perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan
shalat ketika usia mereka sudah mencapai tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika
tidak mau melaksanakan shalat) ketika sudah berusia 10 tahun.
Namun sangat baik jika pendidikan shalat diawali sejak bayi karena ia akan
terus berproses dan semakin lama anak akan tahu makna shalat serta fungsinya,
sehingga ia akan mengerjakannya dengan kesadaran dari dalam dirinya sendiri.
Dengan demikian anak akan berlatih untuk mencintai ibadah. Meskipun demikian
orang tua harus memberikan penjelasan maksud dan tujuan dari shalat dan
ibadah-ibadah yang lain.
Selain shalat ada baiknya setiap kegiatan ibadah, seperti puasa, dan ibadah
yang lain anak sangat baik diikutsertakan. Sehingga melalui interaksi dan
komunikasi yang baik akan terjalin ikatan yang erat antara orang tua-anak.
Terjalinnya hubungan yang harmonis antara anak-anak dengan orang tuanya akan
memudahkan pendidikan ketauhidan tahap selanjutnya karena kepercayaan dan
keyakinan para anak terhadap orang tuanya. Waktu setelah shalat dapat
dimanfaatkan orang tua untuk mendidik anak dengan metode nasehat yakni melalui
dialog dan cerita-cerita yang insyaallah akan dijelaskan pada pembahasan
selanjutnya.
3) Latihan Berdoa Di setiap Aktivitas.
Metode pembiasaan bertujuan mengembangkan potensi dan kemampuan daya
tangkap dan daya ingat anak yang masih kuat, sehingga semua yang didengar dan
dilihat dapat direkam untuk selanjutnya dipraktekkan anak berupa ucapan dan
perbuatan. Oleh sebab itu diperlukan kesabaran dan ketekunan orang tua untuk
terus mengulang-ulang ucapan atau perbuatan baik ketika ucapan dan perbuatannya
didengar atau dilihat oleh anaknya.
Pada masa perkembangan pertama yakni antara 0-2 tahun, anak dapat dilatih
dengan kebiasaan-kebiasaan seperti membaca bismillah ketika mau makan dan
minum, dan membaca alhamdulillah ketika selesai atau ketika diberi sesuatu oleh
orang lain. Meskipun kata yang diucapkan belum sempurna, bismillah
diucapkan anak milah atau alhamdulillah dengan duilah.[197]
Latihan ini pada awalnya harus dimulai oleh orang tua setiap akan melakukan
aktivitas. Sebelum orang tua melatih anaknya, maka ia harus melatih dan
membiasakan dirinya mengucapkan doa atau kalimat-kalimat toyyibah. Ketika
bersin mengucapkan alhamduulillah, ada yang jatuh atau menguap mengucapkan
astaghfirullah. Metode ini mengharuskan orang tua untuk menghafal doa
sehari-hari dan membiasakan diri mengamalkannya. Sehingga sejak bayi anak
terbiasa mendengar dan diperdengarkan doa-doa dan kalimat-kalimat toyyibah,
sehingga ketika kemampuan bahasa anak berkembang ia akan mencoba
mengucapkannya. Ketika anak sudah dapat mengucapkannya dengan sempurna, tinggal
orang tua memberikan penjelasan tentang maksud dan makna doa-doa dan kalimat toyyibah
yang selama ini dilatih dan dibiasakan kepadanya.
Doa merupakan landasan dan pegangan setiap muslim ketika akan beraktivitas,
dengan tujuan menyerahkan dirinya dan hasil dari aktivitas tersebut kepada
Allah SWT, dan tujuan akhir yang ingin diperoleh ialah ridho Allah SWT. Melalui
doa akan mengajarkan kepada anak bahwa dirinya selalu berada dalam kondisi
lemah sehingga memerlukan bantuan dan pertolongan kepada yang Maha Kuasa.
Melalui doa, juga anak akan merasa dirinya selalu dalam pengawasan Allah SWT,
sehingga akan mengarahkan dirinya kepada hal-hal yang baik serta menghindarkan
dirinya dari hal-hal yang dibenci dan dilarang Allah SWT. latihan dan
membiasakan diri berdoa merupakan sarana untuk menguatkan dan mengokohkan
ketauhidan dalam diri anak.
Jika jiwa anak selalu berzikir kepada Allah hatinya akan kokoh dan dekat kepada-Nya.
Anak akan menjadi ahli ibadah, berakhlak mulia, terhindar dari perbuatan
maksiat, lebih-lebih dari dosa dan kemungkaran. Ini adalah harapan para orang
tua, yakni memperoleh anak yang penuh ketauhidan dan ketakwaan.[198]
- 4.
Nasehat.
Seluruh metode pendidikan tauhid dalam keluarga yang penyusun jelaskan,
semuanya saling berkaitan dan saling mendukung. Sehingga dalam mendidik
ketauhidan anak tidak hanya menggunakan satu metode saja, namun harus
menggunakan metode-metode yang lain, seperti metode kalimat tauhid; metode
keteladanan; metode pembiasaan, dan sekarang metode nasehat. Metode-metode
inipun, seperti yang sudah penyusun sampaikan membutuhkan materi-materi lain di
luar materi ketauhidan.
Salah satu potensi yang ada di dalam jiwa manusia adalah potensi untuk
dapat dipengaruhi dengan suara yang didengar atau sengaja diperdengarkan.
Potensi ini tidak sama dalam diri seseorang, serta tidak tetap. Sehingga untuk
dapat terpengaruh secara, suara yang didengar atau diperdengarkan haruslah
diulang terus. Permanen atau tidak pengaruh yang dihasilkan tergantung kepada
intensitas dan banyaknya pengulangan suara yang dilakukan. Nasehat yang
dapat melekat dalam diri anak jika diulang secara terus menerus. Namun nasehat
saja tidaklah cukup ia harus didukung oleh keteladanan yang baik dari orang
yang memberi nasehat. Jika orang tua mampu menjadi teladan maka nasehat yang ia
sampaikan akan sangat berpengaruh terhadap jiwa anak.[199]
Nasehat merupakan aspek dari teori-teori yang disampaikan orang tua kepada
anak. Metode ini memiliki peran sebagai sarana untuk menjelaskan tentang semua
hakekat.[200] Termasuk dalam
menyampaikan dan menjelaskan materi-materi pendidikan tauhid adalam keluarga.
Sehingga orang tua dituntut memiliki kemampuan bahasa yang baik agar anak dapat
menangkap dan memahami semua penjelasan yang disampaikannya.
Nasehat ini harus dimulai juga sejak anak masih kecil, selain sebagai
sarana pendidikan tauhid juga sebagai dorongan dan motivasi anak untuk belajar
berbicara. Kemampuan bahasa anak akan diiringi oleh kemampuan otaknya juga.
Maksudnya ketika ia mendengarkan sebuah nasehat ia akan merekam setiap kosa
kata yang ia dengar dalam memorinya, serta akalnya juga mencoba memahami setiap
kosa kata sampai kalimat yang ia dengar. Oleh karena itu bahasa yang digunakan
orang tua haruslah sederhana dan jelas.
Nasehat dapat diberikan di setiap waktu jika ada kesempatan. Nasehat dapat
juga berbentuk cerita, atau dialog untuk anak yang sudah bisa berbicara. Orang
tua harus menerangkan tentang kalimat tauhid, tentang adanya Allah serta bukti kauniahnya,
serta materi-materi lain yang telah penyusun terangkan pada bab sebelumnya.
Dalam memberikan nasehat orang tua janganlah bersifat otoriter terhadap
pembicaraan, anak harus benar-benar dilibatkan dalam berbicara. Berilah anak
kesempatan untuk berbicara, bahkan tanggapannya atau ada sesuatu yang ia
tanyakan. Metode ini jangan dibuat kaku oleh orang tua, jika anak bertanya atau
memberikan tanggapan tidak sesuai dengan materi yang dijelaskan orang tua harus
berbesar hati, jangan sampai melihatkan wajah kekecewaan. Bahkan sebaliknya,
orang tua harus memberikan penghargaan terhadap apapun respon dan reaksi yang
diberikan anaknay terhadap nasehat-nasehatnya. Agar anak merasa enak dan nyaman
dalam belajar.
Jika kita menggunakan asas yang ada dalam Quantum Teaching yakni
“Bawalah Dunia Mereka Ke Dunia Kita , dan Antarkan Dunia Kita Ke Dunia
Mereka”, inilah asas dalam tehnik mengajar Quantum Teaching.[201] Orang tua
harus mampu masuk ke dunia anak-anaknya, apa keinginan mereka. Ilmu psikologi
akan sangat membantu orang tua, sehingga orang tua mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan anak-anaknya. Orang tua harus mendapatkan hak untuk mendidik dari
anak-anaknya. Jika keteladanan orang tua baik niscaya hak mendidik akan
diberikan oleh anak-anaknya. Orang tua harus berusaha mendapatkan haknya untuk
mendidik, sehingga harus berjuang menjadi teladan terbaik untuk anak-anaknya.
Setelah orang tua berhasil masuk ke dunia anak-anaknya, maka ia akan memperoleh
hak untuk memimpin, hak untuk mendidik. Langkah selanjutnya ialah membawa dunia
kita ke dunia mereka, caranya ialah berusaha memberikan pengalaman setiap
materi nasehat yang diberikan. Tehnik yang dipakai ialah dengan mengaitkan
materi yang diajarkan dengan suatu peristiwa atau kejadian.
Orang tua dapat memanfaatkan media pendidikan yang telah ada seperti
buku-buku cerita para rasul atau cerita-cerita teladan. Vcd-vcd yang memuat
cerita para rasul juga dapat dimanfaatkan. Sehingga pendidikan nasehat yang
disampaikan meliputi seluruh potensi yang dimiliki anak mulai pendengaran dan
penglihatan. Metode ini akan lebih berhasil jika anak memperoleh pengalaman
sendiri. Oleh sebab itu memerlukan latihan-latihan agar menjadi kebiasaan.
Orang tua harus menjadi jendela informasi anak-anaknya. Sehingga dibutuhkan
pengetahuan dan wawasan yang luas agar dapat memberikan informasi secara baik
dan benar. Kemampuan yang terintegral sangat diperlukan untuk menjadi orang tua
yang menjadi top figur dan teladan anak-anaknya.
Metode ini digunakan untukmenyampaiakn materi-materi ketauhidan ilahiyat,
nubuwat, ruhaniyat, dan sam’iyat. Metode ini dapat dikembangkan dengan tehnik
cerita, dongeng, atau dialog. Metode ini diterapkan untuk anak berusia 3 tahun
ke atas, karena pada usia ini anak sudah dapat diajak dialog dan memiliki
ketertarikan, termasuk kepada materi-materi ketauhidan, Namun harus tetap
dikemas dalam bentuk yang menarik perhatian anak tentunya.
- 5.
Pengawasan.
Nashih Ulwan menjelaskan bahwa dalam membentuk akidah anak memerlukan
pengawasan, sehingga keadaan anak selalu terpantau. Secara universal
prisip-prinsip Islam mengajarkan kepada orang tua untuk selalu mengawasi dan
mengontrol anak-anaknya. Hal ini dilandaskan pada nash Al Quran dalam surat
At-Tahrim ayat 6. Fungsi seorang pendidik harus mampu melindungi diri, keluarga
dan anak-anaknya dari ancaman api neraka. Fungsi tersebut dapat dilaksanakan
dengan baik jika pendidik melakukan tiga hal yakni memerintahkan, mencegah dan
mengawasi.[202] Bukan
anak-anaknya saja yang ia awasi tetapi juga dirinya agar tidak melakukan
kesalahan yang menyebabkan dirinya terancam api neraka. Bagaimana ia melindungi
keluarganya dari api neraka jika ia tidak mampu menjaga dirinya sendiri!.
Maksud dari pengawasan ialah orang tua memberikan teguran jika anaknya
melakukan kesalahan atau perbuatan yang dapat mengarahkannya kepada
pengingkaran ketauhidan. Pengawasan juga bermakna bahwa orang tua siap
memberikan bantuan jika anak memerlukan penjelasan serta bantuan untuk memahami
dan melatih dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan kepadanya.
Metode ini dipakai orang tua untuk anak tanpa ada batasan usia.
Metode-metode yang telah dijelaskan di atas harus ber- تدرج, yakni bertahap
sesuai dengan usia anak, dan materi yang akan disampaikan. Faktor lain yang
yang penting ialah bahwa semua metode tersebut saling terkait dan saling
membantu, dan pendidikan tauhid juga sebagai sebuah proses. Oleh sebab itu
hasil dari pendidikan tauhid dalam keluarga tidak dapat dilihat langsung
hasilnya. Namun berkembang secara terus menerus sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Pendidikan tauhid dalam keluarga harus dilakukan secara
terus menerus dan tidak terputus. Para orang tua tidak boleh putus asa dan
menyerah, apalagi sampai menghentikan pendidikan ini. Jika berhenti maka
prosespun akan berhenti. Mengutip penjelasan Muhammad Zein, bahwa orang tua
harus memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi atas pendidikan tauhid anak.
Rasa tanggungjawab akan menjadi motor penggerak untuk memperhatikan dan
memikirkan pendidikan tauhid untuk anak-anaknya.[203]
BAB IV
PENUTUP
Setelah
melakukan penelitian akhirnya mendapatkan hasil sebagaimana diuraikan dalam
kesimpulan berikut.
- A.
Kesimpulan
1. Urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga, dapat diukur dengan
melihat dasar, tujuan, dan fungsinya.
Dasar
pendidikan tauhid dalam keluarga adalah Al quran dan Al Hadits, di antaranya :
- Dari Al
Quran :
1) Surat At Tahrim ayat 6.
2) Surat Luqman ayat 13.
3) Surat Al Baqarah ayat 132-133.
- Dari hadis
:
مامن مولود الا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه
(رواه البخاري)
Artinya : Tidak seorang anakpun yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan
menetapi fitroh, Maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan dia menjadi
Yahudi, Nashrani, atau Majusi.(HR. Bukhori).
Sedangkan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga adalah :
- Agar
menanamkan kesadaran kepada anak untuk bersyahadat berdasarkan dorongan
dalam dirinya sendiri.
- Pembentukan
sikap muslim yang beriman dan bertakwa.
- Agar anak
mengetahui makna dan tujuan beribadah kepada Allah.
- Mengarahkan
perkembangan keagamaan anak.
- Agar anak
selalu berpikirdan berperilaku positif
Fungsi Pendidikan tauhid dalam keluarga di
antaranya adalah :
- Untuk
memberikan ketentraman dalam hati anak.
- Untuk
menyelamatkan anak dari dari kesesatan dan kemusyrikan.
- Agar anak
dapat beribadah kepada Allah secara ikhlas.
- Agar anak
dapat mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah.
- Agar anak
dapat menjauhi hal-hal yang dilarang Allah seperti syirik dan semua hal
yang dapat menghancurkan ketauhidan.
- Membentuk
perilaku dan kepribadian anak, sehingga menjadikan tauhid sebagai falsafah
dalam kehidupannya.
2. Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga yang dimaksud dalam
skripsi ini adalah kerangka konseptual yang berisi ide, gambaran, pengertian,
serta pemikiran tentang materi dan metode pendidikan tauhid dalam keluarga yang
dapat diterapkan oleh para orang tua untuk menumbuhkan kodrat anak. Agar mereka
menjadi manusia muslim yang benar-benar meyakini keesaan Allah SWT, serta dapat
mengamalkan ketauhidan yang ia miliki dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup
di dunia dan akhirat.
Materi pendidikan tauhid dalam keluarga ada
empat yakni :
- Ilahiyat..
- Nubuwat.
- Ruhaniyat.
- Sam’iyyat.
Metode Pendidikan tauhid dalam keluarga
adalah :
- Kalimat
tauhid
- Keteladanan
- Pembiasaan
- Latihan
kalimat tauhid
- Latihan
beribadah.
- Latihan
berdoa di setiap aktivitas.
4. Nasehat.
- Pengawasan.
Metode yang digunakan selain berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan
materi pendidikan tauhid juga membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.
Metode kalimat tauhid sebagai contoh, digunakan untuk menanamkan ketauhidan
anak serta untuk mengawali getaran-getaran perdana pada auditif anak yang telah
berfungsi sesaat setelah dilahirkan. Kemudian metode keteladanan, metode
pembiasaan, metode nasehat dan terakhir metode pengawasan. Secara garis besar
metode tersebut terbagi dua yakni metode teoritis dan praktis.
Pendidikan tauhid dalam keluarga menuntut kemampuan pengetahuan dan wawasan
orang tua yang luas. Karena orang tualah sebagai pendidik utama dalam konsep
ini. Orang tua harus memiliki pengetahuan Islam yang terintegral untuk
melaksanakan konsep pendidikan tauhid dalam keluarganya, selain penguasaan
terhadap materi-materi ketauhidan dan metodenya.Selain itu metode yang
digunakan harus bertahap, sehingga sesuai antara metode, materi, dan kemampuan
anak.
Pendidikan tauhid dalam keluarga menempati posisi terpenting dalam
pendidikan keluarga sebagai landasan dan tujuan dari pendidikan lain yang
terintegral di dalamnya. Seperti pendidikan akhlak dan pendidikan ibadah.
Pendidikan tauhid sebagai ruh dari pendidikan-pendidikan lain, namun pendidikan
tauhid memerlukan bantuan materi-materi pendidikan lain untuk mengantarkan ruh
dan tujuan tauhid. Sehingga anak akan melakukan seluruh aktivitas kehidupannya
dengan landasan ketauhidan yang mantap.
- B.
Saran-Saran
Dari
kesimpulan di atas dapat ditarik sebuah implikasi, bahwa :
1. Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga dalam perspektif pendidikan
Islam ternyata membutuhkan sosok orang tua ideal. Orang tua merupakan top
figur dalam keluarganya, yang berperan sebagai orang tua sekaligus pendidik
anak-anaknya. Oleh sebab itu ada beberapa hal yang harus ada dalam diri orang
tua sebagai pelaksana utama konsep pendidikan tauhid dalam keluarganya :
- Mampu
menjadi teladan bagi anak-anaknya.
- Memiliki
pengetahuan Islam secara integral yang meliputi materi ketauhidan, akhlak
dan ibadah.
- Memiliki
wawasan tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.
- Memiliki
wawasan tentang metode-metode pendidikan/pengajaran.
- Karena
sulitnya untuk menjadi orang tua ideal diharapkan kepada lembaga
perkawinan memberikan pendidikan atau pembekalan kepada setiap calon orang
tua yang akan menikah. Lembaga perkawinan (KUA) harus memberikan gambaran
tentang tanggungjawab orang tua terutama dalam mendidik anak-anaknya,
karena anak-anak mereka adalah penerus kehidupan bagi bangsa dan agama.
Terutama pendidikan tauhid setiap calon orang tua, meskipun selama ini
telah ada pembekalan bagi setiap calon pengantin yang akan menikah namun
hanya sebatas formalitas saja.
- Kepada
rekan-rekan mahasiswa masih banyak peluang untuk meneliti kembali masalah
pendidikan tauhid dalam keluarga, karena yang dibahas dalam skripsi ini
masih pada materi dan metode. Masih banyak masalah-masalah lain yang belum
dan perlu dibahas, seperti strateginya, dan lain sebagainya.
C. Kata Penutup
Sebagai kata penutup, penyusun ingin mengucapkan alhamdulillah kehadirat
Allah, yang telah memberikan semangat kepada penyusun untuk menyelesaikan
skripsi ini, juga kepada pembimbing yang selalu memberikan dorongan dan
motivasi.
Namun demikian penyusun sangat menyadari
bahwa skripsi ini masih memerlukan masukan dan kritikan. Semoga apa yang
penyusun tulis dalam skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi para orang tua.
Marilah bersama-sama kita bentuk keluarga-keluarga muslim yang bertauhid, sebagai
modal untuk membagun bangsa Indonesia tercinta.
Yogyakarta, 21 Desember 2004
Sucipto.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku, Kamus, Ensiklopedi, dan Skripsi.
Abdullah, Abdurrahman, Aktualisasi Konssep Dasar Pendidikan Islam,
Rekonstruksi Pemikiran Dalam Tinjauan Filosofis Pendidikan Islam. UII
Press. Yogyakarta, 2002.
Al-Bustani, Fuad Iqrami, Munjid Ath-Thullab, Dar Al-Masyriqi,
Beirut, 1986.
Al Faruqi, Isma’il Raji, Tauhid, Terjemahan Rahmani Astuti, Pustaka,
Bandung, 1988.
Al Hasan, Yusuf Muhammad, Pendidikan Anak Dalam Islam, Terjemahan
Muhammad Yusuf Harun, Yayasan Al Sofwa, Jakarta, 1997.
Al Quran Al Karim, S.P. Diponegoro, Bandung, t.t.
Arif, Armai, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam. Ciputat
Pers, Jakarta, 2002.
Asmuni, Yusron, Ilmu Tauhid, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1993.
Basmalah, Yahya Saleh, Manusia Dan Alam Gaib, Terjemahan Ahmad Rais
Sinar, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993.
Bastian, Aulia Reza, Reformasi Pendidikan, Lappera Pustaka Utama,
Yogyakarta, 2002.
Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1970.
Dawud, Muhammad Isa, Dialog Dengan Jin Muslim, Terjemahan: Afif
Muhammad dan H. Abdul Adhiem, Pustaka Hidayah, Bandung, 1997.
DEPAG RI, Al Quran Dan Terjemahannya, Komplek Percetakan Al
Quran Al Quran, Khadim ak Haramain asy Syarifain Raja Fahd, Madinah , t.t.
Deporter, Bobbi., Reardon, Mark., Nourie, Sarah Singer., Quantum
Teaching : Mempraktikkan Quantum Learning Di Ruang-Ruang Kelas. terjemahan
Ary Nilandari,Kaifa, Bandung, 2001,
Dinas P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 2003.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research I. Fakultas Psikologi UGM,
Yogyakarta, 1984.
Harini, Sri, dan Al-Halwani, Aba Firdaus, Mendidik Anak Sejak Dini.
Kreasi Wacana,Yogyakarta, 2003.
Hasyim, Umar, Anak Saleh 2 : Cara Mendidik Anak Dalam Islam, PT.
Bina Ilmu, Surabaya, 1983.
Hunainin, Pendidikan Keimanan Bagi Anak Menurut Pemikiran Abdullah
Nashih Ulwan, Dalam Kitab Tarbiyah Al-Aulad Fi Al Islam : Tujuan , Materi, Dan
Metode, Skripsi Sarjana Pendidikan Islam Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta.
Ihsan, Hamdani dan Hasan, A. Fuad, Filsafat Pendidikan Islam.
Pustaka Setia, Bandung, 1998.
Ilyas, Yunahar, Kuliah Aqidah Islam. LPPI, Yogyakarta, 1995.
Jalaluddin, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2001,
, Teologi
Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
Jalaluddin, dan Said, Usman, Filsafat Pendidikan Islam : Konsep Dan Perkembangan
Pemikirannya, Pt. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994.
Karsana, Konsep Pendidikan Jasmani Dalam Pendidikan Islam.Skripsi
Sarjana Pendidikan Islam, Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Kayati, Yuni Nur, Anakku Sayang Ibumu Ingin Bicara, Mitra Pustaka,
Yogyakarta, 1999.
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia,
Jakarta, 1979.
Kuswandi, Wawan, Komunikasi Massa, sebuah Analisa Media Televisi. Rineka
Cipta, Jakarta, 1996.
Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin Dan Peradaban, Yayasan Wakaf
Paramadina, Jakarta, 2000.
Mahmud, Ali Abdul Halim, Karakteristik Umat Terbaik Telaah Manhaj,
Akidah, Serta Harakah, Gema Insani Press, Jakarta, 1996.
Mas’ud, Jubaran, Raid Ath-Thullab, Dar Al-‘ilmi Lilmalayyini,
Beirut, 1967.
Ma’arif, A. Syafi’I, Pendidikan Islam Di Indonesia Antara Cita Dan
Fakta, Tiara Wacana, Yogykarta, 1991.
Monks, F.J (et al), Psikologi Prekembangan Pengantar Dalam
Berbagai Bagiannya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2001.
Muhaimin dan Mujib, Abdul, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis
Dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Trigenda Karya, Bandung, 1993.
Muhsin, Abdullah bin Abdul, Kajian Komprehensif Aqidah Ahlussunnah Wal
Jama’ah, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1995.
Mulkhan, Abdul Munir, Paradigma Intelektual Muslim Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam Dan Dakwah, SI Press, Yogyakarta, 1993.
Nasution, S., dan Thomas, M., Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi,
Disertasi, Makalah,. Bumi Aksara, Jakarta, 1996.
Nawawi, Syeikh muhammad, Fath Al Majid. Dar Ihy’ al Kutub al
‘Arabiyah, t.k., t.t.
Olgar, Maulana Musa Ahmad, Mendidik Anak Secara Islami, Terjemahan
Supriyanto Abdullah Hidayat, Ash-Shaff, Yogyakarta, 2000.
Partanto, Pius A. dan Al Barry, M.Dahlan, Kamus Ilmiah Populer,
Arkola,Surabaya, 1994.
Rahmat, Jalaludidin (ed), Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern,
Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994.
Rasyid, Daud Rasyid, Islam Dalam Berbagai Dimensi, Gema Insani
Press, Jakarta, 2000.
Sabiq, Sayid, Aqidah Islam : Pola Hidup Manusia Beriman, Terjemahan
Moh. Abdai Rathomy, Diponegoro, Bandung, t.t.
Santhut, Khatib Ahmad, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral Dan Spiritual
Anak Dalam Keluarga Muslim, Terjemahan Ibnu Burdah, Mitra Pustaka,
Yogyakarta, 1998.
Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan Al Quran, Mizan, Bandung, 2002.
Silahuddin, Pendidikan Keimanan Pada Usia Anak : Tinjauan Psikologis,
Skripsi Sarjana Pendidikan Islam Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Syahid, Syah Ismail, Menjadi Mukmin Sejati, Terjemahan Shohif, Mitra
Pustaka, Yogyakarta, 2001.
Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, PT. Remaja
RosdaKarya, Bandung, 1997.
Tauhid, Abu, Beberapa Aspek Pendidikan Islam. Fakultas Tarbiyah IAIN
Sunan Kalijaga.Yogyakarta, 1990.
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia. Djambatan,
Jakarta, 1992.
Turkamani, Husain ‘Ali, Bimbingan Keluarga Dan Wanita Islam,
Terjemahan M.S. Nasrulloh, Pustaka Hidayah, Jakarta, 1992.
Ulwan, Abdullah Nashih, Pendidikan Anak Menurut Islam : Kaidah Kaidah
Dasar. Terjemahan Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, PT. RosdaKarya,
Bandung,1992.
Ulwan, Firyal, Misteri Alam Jin, Pustaka Hidayah, t.k., 1996.
Yazdi, Muhammad Taqi Mishbah, Filsafat Tauhid : Mengenal Tuhan Melalui
Nalar dan Firman, Terjemahan M. Habib Wijaksana, Arasyi, Bandung, 2003.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Pt. Hidakarya Agung, Jakarta,
1989.
, Metodik
Khusus Pendidikan Agama, PT. Hidakarya Agung, Jakarta, t.t.
Zainuddin, Ilmu tauhid Lengkap, Rineka Cipta, Jakarta, 1992.
Zein, Muhammad, Methodologi Pengajaran Agama, Sumbangsih
Offset Papringan, Yogyakarta, 1991.
Zuhairini (et al), Methodik Khusus Pendidikan Agama, IAIN Sunan
Ampel, Malang,1983.
Zuhdi, Masjfuk, Masa’il Fiqhiyah, Haji Mas Agung, Jakarta, 1993
, Studi Islam, Jilid I : Akidah, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 1993.
Zurayk, Ma’ruf, Aku Dan Anak-anakku, Bimbingan Praktis Mendidik Anak
Menuju Remaja, Terjemahan M. Syaifuddin Dkk, Al Bayan, Bandung, 1994.
[1] Abdul Munir
Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim Pengantar Filsafat Pendidikan Islam
dan Dakwah, SI press, Yogyakarta, 1993, h. 40.
[2] Dinas P &
K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2003, h.959.
[3] Ibid,
h. 204.
[4] Aulia Reza
Bastian, Reformasi Pendidikan, Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2002,
h.11-12
[5] Sebagaimana
dikutip Drs.H.M.Yusran Asmuni dari Tim penyusun kamus, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Departemen P & K, Jakarta,1989. dalam bukunya “Ilmu
Tauhid”, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1993, h.1.
[6] Jubaran
Mas’ud, Raid Ath-Thullab, Dar Al’ilmi Lilmalayyini, Beirut, 1967, h.
972.
[7] Fuad Iqrami
Al-bustani, Munjid Ath-Thullab, Dar Al-Masyriqi, Beirut, 1986, h. 905.
[8] Syahminan
Zaini, Kuliah Akidah Islam, Al Ikhlas, Surabaya, 1983, h. 54.
[9] Yusron Asmuni,
Op.cit., h.2.
[10] Zainuddin,
Ilmu Tauhid Lengkap, Rineka Cipta, Jakarta, 1992. h.1.
[11] Yunahar Ilyas,
Kuliah Aqidah Islam, LPPI, Yogyakarta, 2004. h. 4.
[12] Ibid,
h. 1.
[13] Ibid,
h. 5.
[14] Dinas P &
K, Op.cit, h. 232.
[15] Ibid,
h. 536.
[16] Masjfuk Zuhdi,
Masa’il Fiqhiyah, Haji Mas Agung, Jakarta, 1993, h. 53.
[17] Khatib Ahmad
Santhut, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral, dan Spiritual Anak Dalam Keluarga
Muslim, Terjemahan Ibnu Murdah, Mitra Pustaka,Yogyakarta, 1998,h. 5
[18] Majalah
Tabligh, Vol.01/No.12/Juli 2003.
[19] Gatra, Nomor
17, beredar Senin 10 Maret 2003
[20] Citra
57/XIV/Kamis, 24 September 2003-Rabu, 30 September 2003
[21] Suara Merdeka,
Op.cit.
[22] Data ini
penulis peroleh melalui akses internet. Selain pendapat Lutfiah Sungkar juga
masih ada pendapat aktor laga Dede Yusuf, yang ikut memberikan komentar tentang
hal yang sama, katanya“ Ini membawa hal-hal yang negatif,” kata Dede.Ia
menambahkan terutama anak kecil yang mudah terpengaruh.
[23] Tabloid
Kuntum, juli 2003.
[24] Syah Ismail
Syahid, Menjadi Mukmin Sejati, Terjemahan:Shohif, Mitra Pustaka,
Yogyakarta, 2001, h.78-79.
[25] Ibid,
h.79-80
[26] DEPAG RI, Al
Quran Dan Terjemahannya, Komplek Percetakan Al Quran Khadim al
Haramain asy Syarifain Raja Fahd, Madinah , t.t., h.365.
[27] DEPAG RI,
Op.cit., h. 745.
[28] Daud
Rasyid, Islam dalam Berbagai Dimensi, Gema Insani
Press,Jakarta, 2000, h. 16.
[29] DEPAG RI,
Op.cit., h.1118.
[30] Sayid Sabiq, Aqidah
Islam:pola Hidup manusia Beriman, Terjemahan Moh. Abdai Rathomy,
Penerbit Diponegoro, Bandung, t.t., h. 8
[31] DEPAG RI, Op.cit.,
h.951.
[32] A. Syafi’I
Ma’arif, Pendidikan Islam Di Indonesia Antara Cita Dan Fakta, Tiara
Wacana, Yogykarta, 1991, h. 8.
[33] Zakiah
Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, h.41.
[34] DEPAG
RI, Op.cit., h.264.
[35] Al Quran Al
Karim, S.P. Diponegoro, Bandung, t.t., h.142.
[36] Yahya Saleh
Basmalah, Manusia Dan Alam Gaib, Terjemahan Ahmad Rais Sinar, Pustaka
Firdaus, Jakarta, 1993, h.1.
[37] Ibid,
h.2.
[38] Muhammad Isa
Dawud, Dialog Dengan Jin Muslim, Terjemahan Afif Muhammad Dan H.Abdul
Adhiem, Pustaka Hidayah, Bandung, 1997, h.9
[39] Ibid.
[40] Al Quran Al
Karim, Op.cit., h.356.
[41] H.Abu Tauhied,
Ms., Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan
Kalijaga,Yogyakarta, 1990, h.19.
[42] Firyal Ulwan, Misteri
Alam Jin, Pustaka Hidayah, t.k., 1996, h.15
[43] Ibid,
h.116.
[44] Sa’id
abd. as-Sattar Fatahallah dalam Daud Rasyid, Op. cit, h.17.
[45] Daud Rasyid, Op.cit.,
h.18-19.
[46] Ibid.
h. 19-20.
[47] Ibid,
h. 21-22.
[48] Ismail Raji al
Faruqi, Tauhid, Terjemahan Rahmani Astuti, Pustaka, Bandung, 1988,
h.18.
[49] Ibid.
[50] Tim Penulis
IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan,
Jakarta, 1992, h.934-935
[51] Hasan al Banna
dalam Yunahar Ilyas, Op.cit., h.5-6.
[52] Yusran Asmuni,
Op.cit., h. 6
[53] Ibid,
h. 7
[54] Maulana Musa
Ahmad Olgar, Mendidik Anak Secara Islami, Terjemahan
Supriyanto Abdullah Hidayat, Ash-Shaff, Yogyakarta, 2000, h. 56.
[55] M.Quraish
Shihab, Membumikan Alquran, Mizan, Bandung, 2002, h.254-255.
[56] Khatib Ahmad
Santhut,Op.cit, h.16
[57] Hamdani Ihsan
dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung,
1998, h. 240.
[58] Al Quran Al
Karim, Op.cit., h.114.
[59] Muhaimin dan
Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis Dan Kerangka Dasar
Operasionalisasinya, Trigenda Karya, Bandung, 1993, h. 229-230.
[60] Ahmad Tafsir, Metodologi
Pengajaran Agama Islam, PT. Remaja RosdaKarya, Bandung, 1997, h127.
[61] Jalaluddin,
dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam : Konsep Dan Perkembangan
Pemikirannya, Pt. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, h.53.
[62] Abdullah Nashih
Ulwan, Op.cit., h.
[63] Muhammad Zein,
Methodologi Pengajaran Agama, Sumbangsih Offset Papringan, Yogyakarta,
1991, h. 68.
[64] Yusuf Muhammad
Al Hasan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Terjemahan Muhammad Yusuf Harun,
Yayasan Al Sofwa, Jakarta, 1997, h. 31-37.
[65] Ibid,
h. 38-47.
[66] Jalaluddin, Teologi
Pendidikan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, h. 147.
[67] Ibid,
h. 152.
[68] Hadi,
Sutrisno, Metodologi Research I. Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta,
1984, h.42.
[69] Ibid.
[70] Pius A
Partanto, Op.cit., h. 770.
[71] DEPAG RI, Op.cit.,
h. 951.
[72] Abu Tauhid, Op.cit.,
h. 236.
[73] Ibid,
h. 2
[74] DEPAG RI., Op.cit.,
h. 498.
[75] Ibid,
h. 862.
[76] öAl Quran Al
Karim, Op.cit., h. 87, 98.
[77] Ibid,
h. 173.
[78] Tim Penulis
IAIN Syarif Hidayatullah, Op.cit. h. 934
[79] Ismail Raji al
Faruqi, Op.cit. h. 18
.
[80] Yunahar Ilyas,
Loc.cit.
[81] Daud Rasyid, Op.cit.
h.19-20.
[82] Ibid.
h.21-22.
[83] Fredrick Luple
dalam Husain ‘Ali Turkamani,.Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam,
Terjemahan M.S. Nasrulloh, Pustaka Hidayah, Jakarta, 1992, h.30.
[84] Husain ‘Ali
Turkamani,.Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam, Terjemahan M.S.
Nasrulloh, Pustaka Hidayah, Jakarta, 1992, h.37.
[85] DEPAG RI,
Op.cit.,h. 644.
[86] Fuaduddin
dalam Sri Harini dan Aba Firdaus al-Halwani, Mendidik Anak sejak dini,
Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2003, h.14.
[87] Ibid,
h. 15.
[88] Abu Tauhid, Op.cit.,
h. 61.
[89] Jalaluddin
Rahmat (Penyunting), Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1994, h. 23-24.
[90] Al Quran Al
Karim, Op.cit., h.413.
[91] DEPAG RI. Op.cit.
h.116
[92] Sri Harini dan
Aba Firdaus al-Halwani, Op.cit. h.37-40.
[93] Zakiah
Daradjat, Op.cit., h.57.
[94] Jalaluddin, Psikologi
Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, h. 66-67.
[95] Zakiah
Daradjat, Op.cit., h. 59.
[96] Yusron Asmuni,
Op.cit., h. 2.
[97] Ibid,
h. 18.
[98] Ibid.
[99] Ali Abdul
Halim Mahmud, Karakteristik Umat Terbaik Telaah Manhaj, Akidah Serta
Harakah, Gema Insani Press, Jakarta, 1996, h. 27.
[100] Abdurrahman
Abdullah, Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam, Rekonstruksi Pemikiran
Dalam Tinjauan Filosofis Pendidikan Islam, UII Press, Yogyakarta, 2002, h.
64.
[101] DEPAG RI.,Op.cit.,
h. 951.
[102] Ibid.,
h. 654.
[103] Ibid., h. 34.
[104] Abu Tauhid, Op.cit.,
h. 61
[105] Abu Tauhid, Op.cit.,
h. 23.
[106] Ibid,
h. 23-24
[107] Mahmud Yunus, Metodik
Khusus Pendidikan Agama, PT. Hidakarya Agung, Jakarta, t.t. , h. 23.
[108] Hamdani Ihsan
dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung,
1998, h. 239.
[109] Hunainin, Pendidikan
Keimanan Bagi Anak Menurut Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan, Dalam Kitab
Tarbiyah Al-Aulad Fi Al Islam : Tujuan , Materi, Dan Metode, Skripsi
Sarjana Pendidikan Islam Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, h. 66
[110] M. Saleh dalam
Silahuddin, Pendidikan Keimanan Pada Usia Anak : Tinjauan Psikologis,
Skripsi Sarjana Pendidikan Islam Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, h.
27
[111] Ibid,
h. 28.
[112] Yusron Asmuni,
Op.cit., h. 7.
[113] Silahuddin, Loc.cit.
[114] DEPAG RI., Op.cit.,
h. 373.
[115] Abdullah bin
Abdul Muhsin, Kajian Komprehensif Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah, Titian
Ilahi Press, Yogyakarta, 1995, h. 98.
[116] Zainuddin, Op.cit.,
h. 22.
[117] Hunainin, Op.cit.,
h. 37.
[118]
H.Hamdani Ihsan dan H.A.Fuad Ihsan, Op.cit., h. 237.
[119] Yunahar Olyas,
Op.cit., h. 6
[120] Muhammad Taqi
Mishbah Yazdi, Terjemahan M. Habib Wijaksana, Filsafat Tauhid
Mengenal Tuhan Melalui Nalar Dan Firman, Arasyi, Bandung, 2003, h. 99
[121] Ibid,
h. 110-111.
[122] Masjfuk Zuhdi,
Studi Islam Jilid I : Akidah, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1993,
h. 13.
[123] Ali Abdul
Halim Mahmud, Op.cit., h. 28.
[124] Ibid,
h. 29.
[125] Muhammad Taqi
Mishbah Yazdi, Op.cit., h. 99-101.
[126] Ibid,
h. 107-108.
[127] Yunahar Ilyas,
Op.cit., h. 51-55.
[128] Syeikh
Muhammad Nawawi, Syarh Fath Al Majid, Dar Ihya al Kitab al Arabiyah,t.
k., t.t., h. 5-37.
[129] Muhammad Taqi
Mishbah Yazdi, Op.cit., h. 201-202.
[130] Ibid.
h. 102.
[131] Ibid,
h. 106.
[132] Yunahar Ilyas,
Op.cit., h.129.
[133] Ibid.
h. 131-133.
[134] DEPAG
RI, Op.cit., h.770.
[135] DEPAG RI., Op.cit.,
h. 667.
[136] Syeikh
Muhammad Nawawi, Op.cit., h. 46.
[137] DEPAG RI., Op.cit.,
h. 828.
[138] Yunahar Ilyas,
Op.cit., h. 139-140.
[139] DEPAG RI., Op.cit.,
h. 674.
[140] Abu Bakar
Al-Jazairy dalam Yunahar Ilyas, Op.cit., h. 135.
[141] Ibid,
h. 136.
[142] Ali Abdul
Halim Mahmud, Op.cit., h. 39.
[143] Syeikh
Muhammad Nawawi, Op.cit., h. 47.
[144] Yunahar Ilyas,
Op.cit., h. 151.
[145] DEPAG RI., Op.cit.,
h. 80.
[146] Yunahar Ilyas,
Op.cit., h. 77-78.
[147] DEPAG RI. Op.cit.,
h. 13.
[148] Ibid,
h. 464.
[149] Ibid,
h. 695.
[150] Yunahar Ilyas,
Op.cit.h. 81-82.
[151] Ibid,
h. 83-86.
[152] Ibid.
h. 93.
[153] Muhammad Isa
Dawud, Op.cit., h. 21.
[154] DEPAG RI. Op.cit.,
h. 224.
[155] Ibid,
h. 392.
[156] Ibid,
h. 862.
[157] Ibid,
h. 984.
[158] Ibid,
h. 226-227.
[159] Ibid,
h. 14.
[160] Ibid.
[161] Sayid Sabiq
dalam Yunahar Ilyas, Op.cit., h. 93.
[162] Shobuni dalam
Yunahar Ilyas, Ibid.
[163] Ibid,
h. 95.
[164] Muhammad Isa
Dawud, Op.cit., h. 60.
[165] Yunahar Ilyas,
Op.cit., h. 96-103.
[166] DEPAG RI, Op.cit.,
h. 206.
[167]Yunahar Ilyas, Op.cit.,
h. 103-105.
[168] DEPAG RI, Op.cit.,
h. 13.
[169] DEPAG RI, Op.cit.,
h. 714.
[170] Ibid,
h. 679.
[171] Ibid,
h. 1022.
[172] Armai Arif, Pengantar
Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, h. 39.
[173] Ibid.
h. 40.
[174] Abu Tauhid, Op.cit.,
h. 72-73.
[175] F. J. Monks (et.al),
Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2001, h. 87.
[176] Maulana Musa
Ahmad Olgar, Op.cit., h.32.
[177] Khatib Ahmad
Santhut, Op.cit.,h.103.
[178] Armai Arif, Op.cit.,
h.117-118.
[179] Ibid.
h. 117.
[180] DEPAG RI, Op.cit.,
h. 16.
[181] Armai Arief, Op.cit.,h.
122-123.
[182] Abu Tauhid, Op.cit.,
h. 89.
[183] Sri harini Dan
Aba Firdaus Al-Halwani, Op.cit., h. 122-123.
[184] Anwar Jundi
dalam Abu Tauhid, Op.cit., h.90.
[185] Abdullah
Nashih Ulwan. Pendidikan Anak Dalam Islam : Kaidah Kaidah Dasar,
Terjemahan Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, PT. Remaja RosdaKarya, Bandung,
1992, h. 44.
[186] Armai Arief, Op.cit.,
h. 110-111.
[187] Ibid,
h.114.
[188] Abdullah
Nashih Ulwan, Op.cit., h. 45.
[189] Ibid,
h. 60-61.
[190] Armai Arief, Op.cit.,
h. 114-115.
[191] Dr. Ahmad Amin
dalam Abu Tauhid, Op.cit., h. 95-96.
[192] Zakiah
Daradjat, Op.cit., h. 43.
[193] Yuni Nur
Kayati, Anakku Sayang Ibumu Ingin Bicara, Mitra Pustaka, Yogyakarta,
1999, h. 38.
[194] Zakiah
Daradjat, Op.cit., h. 59.
[195] Abdullah
Nashih Ulwan, Op.cit., h. 61.
[196] Yuni Nur
Kayati, Op.cit., h. 31-32.
[197] Umar Hasyim, Anak
Saleh : Cara Mendidik Anak Dalam Islam 2, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1983, h.
83.
[198] Hunaninin, Op.cit.,
h. 68.
[199] Muhammad
Quthb, Op.cit., h. 334.
[200] Abdullah
Nashih Ulwan, Op.cit., h. 66.
[201] Bobbi DePorter
dkk, Quantum Teaching : Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas,
Terjemahan Ary Nilandari, Penerbit Kaifa, Banadung, 2001, h. 6.
[202] Abdullah
Nashih Ulwan, Op.cit., h. 129.
[203] Muhammad Zein,
Op.cit., h. 68.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar